Jumat, 13 Juni 2014

MODEL-MODEL PENGELOLAAN KELAS



 A.      Model Humanistik
Model humanistik dalam pengelolaan kelas menekankan pada factor keunikan dan rasa dignity setiap individu belajar. Orientasi pendekatannya lebih condong ke student-centered daripada teacher-centered. Pada model ini, intervensi pembelajar sangat dikurangi, bahkan lebih menitikberatkan pada partisispasi aktif pebelajar dalam proses pembelajaran di kelas, system supervise, dan pengembangan internal individu pebelajar. Model ini dikembangkan oleh Carl Rogers.
Menurut Rogerrs & Freiberg (1994), tujuan dari model humanistic dalam pengelolaan kelas adalah berkembangnya self-descipline (discipline diri) pebelajar. Self-descipline diartikan sebagai pengetahuan dan pemahaman mengenai diri sendiri dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan diri sebagai seseorang. Tujuan inilah yang harus difasilitasi oleh pembelajar sebagai fasilitator dan bukan manajer kelas. Sebagai fasilitator, pembelajar dituntut dapat memberikan fasilitas yang mampu mengakomodir seluruh potensi berkembang pebelajar, agar pebelajar dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Seperti halnya Maslow, Rogers juga meyakini bahwa seluruh pebelajar memiliki kebututuhan dasar yang harus dipenuhi yaitu kebutuhan untuk tumbuh, berkembang, dan menjadi. Konsepnya disebut dengan freedom to learn. Pada kondisi ini, peran utama orang tua dan pembelajar adalah menyediakan lingkungan yang mendukung dan memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Sebagaimana dijelaskan di atas, model humanistic lebih mengarah pada pendekatan pembelajaran berpusat pada pebelajar (student-centered) daripada berpusat pada pembelajar (teacher-centered). Rogers & Freiberg memberikan rambu-rambu terhadap proses pengelolaan kelas, sebagaimana tabel berikut:
TEACHER-CENTERED
TEACHER’S ROLE
INSTRUCTIONAL TEACHNIQUES
Higly directive
Teacher directs students behavior and controls through external rewards and punishments drill and practice
Semi-directive/semi-facilitative
Teacher and students cooperative groups, designing the classroom and in guined estabilishing its important activities contracts
Non-directive/fasilitative
Teacher encourage students autonomy and self disclipine

Leturing questioning demonstration

Discussion discovery Role playing

Projects inquiry self assesment
STUDENT-CENTERED

Source: based on C.R. Rogers and H.J. Freiberg , Freedom to Learn (4 th ed) 1994. New York: Merill.

Dari tabel di atas diketahui bahwa, Rogers membagi gaya pengelolaan kelas oleh pembelajar menjadi tiga macam, yaitu highly-directive, semidirective, dan non-directive. Ketiga macam sosok pembelajar dapat diketahui pula melalui teknik pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran seperti dalam kolom kanan. Semakin anak panah mengarah ke atas, maka dapat diketahui bahwa pembelajar adalah bergaya highly directive, sebaliknya semakin arah panah mengarah ke bawah, maka pembelajar memiliki gaya non directive.
Selain yang tersebut di atas, sosok pembelajar bergaya nondirective dicirikan dengan: (1) reflektif (reflektive); maksudnya pembelajar menjadikan prilaku dan komunikasi dengan pebelajar sebagai refleksi terhadap pembelajaran dan untuk mendukung pebelajar dalam menggunakan daya kreasi pemikirannya sendiri selama pembelajaran, (2) memberikan dukungan pada pebelajar (provide support for leaners), (3) memotivasi kegiatan self assesment (encourage self assesment), (4) mengembangkan rasa tanggungjawab pebelajar (developresponsibillity students) dan (4) mendukung proses self-actualisasi (foster self-actualization).
Michael Marland (1975) juga mendeskripsikan beberapa strategi yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan kelas model humanistic, yang mencakup: (1) mempedulikan pebelajar (caring for children); pembelajar harus menunjukkan sikap peduli kepada para pebelajar, (2) membuat aturan (setting rules), (3) memberikan penghargaan yang abash (giving legitimate praise), (4) menggunakan humor (using humor), dan (5) merancang dan membentuk lingkungan belajar (shaping the learning environment).
Beberapa strategi dalam pengelolaan kelas model humanistik ini hanya  dapat dimanfaatkan oleh pebelajar yang telah mengakomodasi teori-teori belajar konstriktivis.

B.       Model Demokratik
Seperti halnya pada model humanistic, model demokratis juga sangat menghargai perbedaan dan hak-hak individual pebelajar, dan bahkan menekankan pada pentingnya kebebasan bersuara. Pada model ini, para pebelajar diberikan hak dan kesempatan untuk berpartisispasi aktif dalam pengambilan keputusan mengelola kelas mereka. Pendekatan pembelajaran yang diterapkan adalah relatively student-centered.
Kounin (1970) menyatakan bahwa pembelajaran yang sukses dalam mencegah perilaku yang meniympang dari para pebelajar adalah lebih penting daripada hanya melakukan tindakan penanganan terhadap perilaku menyimpang pada saat perilaku tersebut terjadi. Dalam peribahasa Indonesia dikenal dngan “Mencegah lebih baik daripada mengobati”. Kounin mengidentifikasi beberapa tindakan pembelajardalam menangani perilaku menyimpang para pebelajar, yaitu with-it-ness, the ripple effect, overlapping, smoothness and momentum, dan maintaininhg focus.
Mith-it–ness; dalam bahasa Indonesia dapat dipahami sebagai ‘ke-dengan-an’. Namun dalam konteks pengelolaan kelas, With-it-ness dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk menengarai dengan akurat perilaku menyimapang, sebelum perilaku disrupsi itu dimulai.
The Ripple Effect; adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh perilaku pembelajar yang ditimbulkan oleh perilaku pembelajar terhadap perubahan perilaku pebelajar yang dimaksudkan atau tidak dimaksudkan (dalam bahasa penulis disebut domino effect).
Overlapping; kejadian berulang-ulang. Menurut Kounin, istilah overlapping adalah dua atau lebih kejadian yang berlangsung di dalam kelas secara simultan dan pada waktu bersamaan.
Smoothness dan Momentum; pembelajar yang sukses adalah pembelajar yang dapat mempertahankan pembelajaran berlangsung secra kondusif dan lancar. Smoothness adalah tidak adanya perilaku yang mengiterupsi kelancaran kegiatan. Momentum adalah tidak adanya perilaku yang memperlambat jalannya pelajaran.
Maintaining Focus; factor terpenting dalam pengelolaan kelas bukanlah banyaknya intervensi pembelajar terhadap kejadian yang berlangsung, melainkan bagaimana mempertahankan para pebelajar tetap focus pada proses belajar itu sendiri.
Ada 3 (tiga) cara bagi pembelajar yang dapat digunakan untuk mempertahankan dan memelihara focus pebelajar dalam proses pembelajaran, yaitu (1) mengembangkan cara-cara yang dapat membuat para pebelajar memiliki sikap tanggung jawab, (2) menggunakan kelompok, dan (3) memformat kelas atau materi pelajaran yang minim dengan kebosanan.

C.      Model Behavioristik
Model  behavioristik pada penglolaan kelas menekankan pada peran vital pembelajar dan arahan atau instruksi dari pembelajar. Model ini menganjurkan adanya atau diperlakukanya konsekwensi-konsekwensi perilaku dalam usaha meminimalisasi masalah dikelas, disamping menggunakan perilaku-perilaku tersebut untuk mengoreksi jika perilaku menyimpang tersebut diulang atau terjadi kembali.
Titik tekan  model behavioristik adalah pada modifikasi perilaku yang dianggap sebagai aspek korrektif. Pada asapek korrekif ini,pemnggunaan reinfcenment (penguatan) dan punishment (hukuman) merupakan element kunci keberhasilan.
Mode behavioristik dalam penglolaan kelas dijalankan secara kaku dan terstandar, jika ada pembelajar melakukan kesalahan seperti : berbicara keras, atau lari-lari, maka mereka akan segera ditindak dengan hukuman melalui pengurangan point-point yang didapatkan sebelumnya.
Tokoh dalam penglolaan kelas model behavioristik yang lain adalah Lee Canter (1992) yang terkenal dengan konsep ‘assertive discipline’ . dalam csnter, pembelajar memiliki tiga hak tanggung jawab dalam melaksanakan penglolaan kelas.     

D.      Model Kostruktivis
Model ini merupakan terjemahan dari konsep Deporter (2000) yaitu mengorekestrasi lingkungan sebagai pancaran dari aliran konstruktivis, tentunya model ini lebih berpihak pada pendekatan pembelajaran Student-centered seperti pada model humanistic dan demokratik.
Penggunaan teori konstruktivisme dalam proses pembelajaran dapat di lihat melalui aktivitas-aktivitas berikut :
1.         Pebelajar berpeluang mengemukkakan pandanganya tentang suatu konsep
2.         Pebelajar berpeluang untuk bertukar persepsi antara satu sama lain
3.         Pebelajar menghormati pandangan alternatif teman-teman mereka
4.         Semua pandangan pebelajar dihormati dan tidak dipandang rendah
5.         Pebelajar menyediakan alat/bahan yang sesuai
6.         Pembelajaran berpusatkan pada pebelajar

Berkaitan dengan penglolaan kelas, pembelajar yang berkonstruktivistik akan mengedepankan keragaman melalui penataan lingkungan belajar yang bebas (Degeng, 2000). Secara ebih terperinci Deporter (2000) menjelaskan tata penglolaan lingkungan belajar (penglolaan kelas). Menurutnya, prinsip utama yang perlu dilakukan pembelajar dalam mengelola lingkungan belajar adalah pandangan sekeliling, dan kaitan mata-otak.
Demikian keterkaitan mata dengan otak. Mata memiliki rantang persepsi yang lebar.mata merupakan alat belajar tak sadar yang sangat ampuh, terutama karena belajar terejadi secara saar dan tidak sadar.
Berdasarkan paparan tersebut, maka para pembelajar perlu melakukan aktifitas yang mendorong keterkaitan antara mata engan otak dalam penglolaan kelasnya, melalui : (1) pemasangan poster icon, poster afirmasi, kreasi yang berwarna warni. (2) menggunakan alat bantu yang mewakili gagasan tertentu dalam materi yang dipelajari, (3) pengaruh bangku yang bervariasi, (4) pemanfaatan aroma, (5) penggunaan musik.
Dengan demikian, jelas bahwa lingkungan belajar mempengaruhi kemampuan belajar untuk brfokus dan menyerap informasi.


DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.

Imam, Azhar. 2013. Pengelolaan Kelas dari Teori ke praktek. Yogyakarta. Insyira.

                                                          

1 komentar:

  1. Online Casinos with Baccarat - Free Coins
    A baccarat or roulette table is a variation choegocasino of a casino game of chance. It is febcasino played on the board, หารายได้เสริม in which players pick a dealer to win.

    BalasHapus

- See more at: http://blog-triks.blogspot.com/2011/05/pasang-emoticon-di-kotak-komentar-versi.html#sthash.VCvcG6HH.dpuf