1.
Ke
PMII an
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) merupakan salah satu organisasi
ekstra kampus yang terus bercita-cita mewujudkan indonesia yang lebih baik. PMII
berdiri tanggal 17 april 1960 dengan latar belakang situasi politik tahun
1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil dalam mewarnai kehidupan sosial
politik di indonesia. Pendirian PMII di motori oleh kalangan intelegtual muda
NU (meskipun kemudian hari, di cetuskanya deklarasi Murnajati 14 juli 1972,
PMII menyatakan sikap independen dari lembaga NU). Di antara pendirianya adalah
Mahbub Djunaidi dan Subhan ZE (seorang jurnalis sekaligus politikus legendaris
indonesia).
a.
Sejarah dan
latar belakang pembentukan PMII
PMII
lahir karena menjadi suatu kebutuhan
menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi ini bermula dengan adanya
hasrat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang mapu
menjadi wadah perjuangan dan mampu menampung aspirasi-aspirasi dari para intelegtual
muda NU, lebih lengkapnya alasan
erdirinya PMII adalah
1. Carut-marutnya
situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959
2. Tidak
menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3. Pisahnya
NU dari Masyumi.
4. Tidak
terakomodasinya serta termarjinalkanya para mahasiswa NU yang tergabung di HMI
(Himpunan Mahasiswa Islam)
5.
Kedekatan HMI
dengan salah satu parpol yaitu Masyumi, yang notabene HMI adalah underbound-nya
Masyumi.
Hal-hal itulah yang menjadi kegelisahan
dan menjadi dorongan yang kuat untuk mendirikan PMII.
b.
Organisasi-organisasi
terdahulu
Di
jakarta pada bulan 1995, berdirilah IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama)
yang di pelopori oleh Wa’il Harits Sugianto. Sedangkan di Surakarta berdiri
KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama) yang di pelopori oleh Mustahal Ahmad.
Namun kedua ogganisasi itu tidak direstui dan di tentang oleh pimpinan pusat
IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni
tanggal 224 februari 1954 di semarang. IPNU punya kekhawatiran jika dua
organisasi tersebut berdiri akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan
pendirian organisasi mahasiswa NU muncul lagi di pekalongan pada Muktamar IPNU
pada 1-5 januari 1957, gagasan ini pun kembli di tentang karena di anggap akan
menjadi pesaing IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut,
maka pada muktamar tiga IPNU di cirebon tanggal 7-31 Desember 1958 di bentuk
Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma’il Marzuki
(yogyakarta). Namun dalam perjalananya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu
terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan
oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dengan pelajar yang
menjadi pimpinan pusat IPNU. Di samping itu para mahasiswa pun tidak bebas
dalam melakukan sikap politiknya karna selalu di awasi oleh PP IPNU.
Pada
tanggal 14-17 Maret 1960 gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU muncul pada
konferensi besar (KONBES) IPNU satu di kaliurang, dari forum ini kemudian
muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di
perguruan tinggi dengan membentuk tim perumus yaitu:
1. A.
khalid Mawardi (jakarta)
2. M.
Said Budairy (jakarta)
3. M.
Sabich Ubaid (jakarta)
4. Makmun
Syukri (bandung)
5. Hilman
(bandung)
6. Ismail
Makki (yogyakarta)
7. Munsif
Nakrowi (yogyakarta)
8. Nuril
Huda Suaidi (surakarta)
9. Laily
Mansyur (surakarta)
10. Abdul
Wahab Jaelani (semarang)
11. Hizbullah
Huda (surabaya)
12. M
Khalid Narbuko (malang)
13.
Ahmad Hussein
(makasar)
Keputusan lainya adalah mengutus M. Said
Budairy, Hizbullah Huda dan Makmun Syukri untuk soan ke ketua umum PBNU kala
itu, KH. Idham Kholid.
PMII menjadi komponen muda bangsa yang
selalu memainkan peran kontributifnya bagi perjalanan bangsa, semisal PMII
turut menjadi salah satu kekuatan pendorong utama dalam transisi Orde Lama
menuju Orde Baru, ditandai dengan lahirnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
(KAMI) saat itu dan Ketua PB PMII adalah Almarhum Zamroni menjadi Ketua Presidium KAMI yang
menggelorakan perubahan dikalangan mahasiswa saat itu. Selain itu, makna
pergerakan untuk perubahan yang didorong PMII juga terlihat ketika tumbangnya
Orde Baru dan tuntutan Reformasi dimana kader-kader PMII terlibat aktif
didalamnya secara langsung melalui organ-organ gerakan mahasiswa yang
dibangunnya.Penguatan-penguatan wacana reformasi oleh kelompok-kelompok studi
maupun dorongan kelembagaan yang keras mengkritisi hegemoni dan otoritarianisme
penguasa Orde Baru.
Saat ini PMII
telah tersebar diseluruh wilayah Nusantara dengan jumlah 223
cabang dan 19 Pengurus Kooordinator Cabang (PKC). PMII telah banyak
melahirkan kader-kader yang militan dan handal dalam membangun Negara dan
Bangsa. Adapun tokoh-tokoh yang pernah lahir dari rahim PMII adalah Muhammad
Zamroni, Dr. H. Hamzah Haz, Muhaimin Iskandar, Surya Dharma Ali yang saat ini
menjadi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II juga merupakan aktifis PMII
bahkan keduanya pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar PMII. Ali Masykur Musa
yang saat ini menjadi salah satu anggota BPK RI.Dan yang kami tidak dapat
sebutkan satu persatu anggota DPR-RI sebagian besar adalah alumni PMII sebut
saja salah satu diantaranya Nusron Wahid dan Malik Haramain. Demikian juga pada
ormas terbesar di Indonesia, KH. Hasyim Muzadi dan KH.Said Agil Siradj yang
saat ini memimpin PBNU adalah alumni PMII.
c.
Deklarasi
Pada
tanggal 14-16 April 1960 diadakan Musyawarah Mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU
Wonokromo Surabaya. Peserta Musyawarah dalah perwakilan mahasiswa dari Jakarta,
Bandung, Surakarta, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Makasar serta perwakilan
senat perguruan tinggi yang dibawah
naungan NU. Saat itu perdebatan nama organisasi yang akan didirikan. Dari
Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny, dari
Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Dan saat itulah nama PMII
disepakati, namun kepanjangan dari “P”
nya menjadi perdebatan lagi, apakah Perhimpunan atau Persatuan. Ahirnya di
sepakatilah “P” sebagai singkatan dari Pergerakan sehingga muncul nama
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA. Musyawarah ini pula menghasilkan AD/ART
(Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga) organisasi serta memilih dan menetapkan
sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, sahabat M. Khalid Mawardi sebagai
wakil ketua, dan sahabat M. Said sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut
yang selanjutnya di amanatkan untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB
PMII.Adapun PMII di deklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi
atau bertepatan pada tanggal 17 Syawal 1379 Hijriyah.
d. Indepedensi
PMII
Pada
awal berdirinya PMII sepenuhnya dibawah naungan NU.PMII terikat dengan segala
garis kebijakan partai induknya, yaitu NU.PMII terikat dengan NU baik secara
cultural maupun structural. Independensi PMII di tandai ketika rezim neo-fasis
orde baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga
penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta
organisasi-organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkanmulai kebijakan
NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 juli 1971 di
Munarjati mulai mencanangkan independensinya , terlepas dari organisasi manapun
(terkenal dengan Deklarasi Munarjati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di
Ciloto Jawa Barat diwujutkanlan manifestasi independensi PMII.Namun keterikatan
PMII dengan NU secara cultural tidak bisa di lepaskan, bagaimanapun juga PMII
adalah anak kandung dari NU.
e.
Makna Filosofis
Dari
namanya PMII terdiri dari empat kata “P” Pergerakan yang berarti dinamika dari
hamba (abdillah) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan
kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungan dengan
organisasi mahasiswa menuntut upaya
sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar
gerak dinamika menuju tujuan selalu berada didalam kualitas kekhalifahanya.
Pengertian
“M” Mahasiswa adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu diperguruan
tinggi yang mempunyai identitas diri.Identitas mahasiswa terbangun oleh citra
diri seebagai insane religious, insane dinamnis, insane social dan insane
mandiri.Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan,
intelegtual, social masyarakat, tanggung jawab individual baik sebagai hamba
Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan Negara.
“I”
Islam yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami
dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap
ajaran agama islam secara proporsional antara iman, islam dan ikhsan yang di
dalam polapikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap
selektif, akomodatif dan intergratif, islam terbuka, progresif, dan
transformative demikian platform PMII, yaitu islam yang terbuka, menerima dan
menghargai segala bentuk perbedaan. Perbedaan adalah sebuah rahmat, karena
dengan keberbedaan itulah kita dapat saling
berdialog antara satu dengan yang lainya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradap. Sedangkan
pengertian “I” Indonesia adalah masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang
mempunyai falsafah dan ideology bangsa (pancasila) serta UUD 45.
2.
NDP
(NILAI DASAR PERGERAKAN)
Berkat rahmat Allah swt
pergerakan mahasiswa islam indonesia berusaha menggali sumber niali dan potensi insan warga
pergerakan untuk dimodifikasi di dalam tatanan nilai baku yang kemudian menjadi
citra diri yang diberi nama nilai dasar pergerakan (NDP) PMII. Hal ini
dibutuhkan untuk memberi kerangka, arti, motivasi, wawasan pergerakan, dan
sekaligus memberikan dasar –pembenar terhadap apa saja yang akan dan mesti
dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud didirikannya
organisasi ini.
Insaf dan sadar bahwa semua
ini adalah keharusan bagi setiap fungsionaris maupun anggota PMII untuk
memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara personal
maupun bersama-sama.
A. Arti,
Fungsi, dan Kedudukan
1. Arti
Secara esensial niali dasar pergerakan ini
adalah suatu sublimasi nilai keislaman dan keindonesiaan dalam kerangka
pemahaman ahlu sunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah,
mendorong, serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan
dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi nilai dasar pergerakan
yang meliputi cakupan aqidah, syari’ah, akhlak dalam upaya memperoleh
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam upaya memahami, menghayati, dan
mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sebagai
manhaj al-fikr untuk mendekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman agama.
2. Fungsi
a) Landasan Pijak
Bahwa NDP menjadi landasan pijak setiap gerak langkah dan kebijaksanaan
yang harus dilakukan.
b)
Landasan
Berfikir
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapi
c)
Sumber
Motivasi
Bahwa NDP menjadi pendorong kepada anggota untuk membuat dan bergerak
sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.
a)
Kedudukan
a. Rumusan Nilai-nilai yang seharusnya dimuat dan
menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII.
b. Landasan dan dasar pembenar dalam berfikir,
bersikap dan berperilaku
1. RUMUSAN
NILAI DASAR PERGERAKAN
1. Tauhid
Mengesakan Allah SWT, merupakan nilai paling
asasi dalam sejarah agama samawi. Di dalamnya telah terkandung sejak awal
tentang keberadaan manusia. Pertama, Allah adalah esa dalam segala totalitas
zat, sifat, dan perbuatan-perbuatannya. Allah adalah zat yang fungsional. Allah
menciptakan, memberi petunjuk, memerintah dan memelihara alam semesta. Allah
juga menanmkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia. Allah Maha
Mengetahui, Maha Penolong, Maha Bijaksana, Hakim Maha Adil, Maha Tunggal, Maha
Mendahului, dan Maha Menerima segala pujaan dan penghambaan.kedua, keyakinan
seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuat yang lebih tinggio daripada
alam semesta. Serta merupakan kesadaran dan keyakinan kepada ghoib. Ketriga,
oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memandu, dan menjadi
sasaran keimanan yang mengcakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan,
dan perwujudan dalam perbuatan. Maka, konsekuensinya pergerakan mahasiswa islam
indonesia harus mampu melarutkan dan meneteskan nilai-nilai tauhid dalam
berbagai kehidupan serta tersosialisasikan merambah sekelilingnya. Hal ini
diubuktikan dengan pemisahan yang tegas antara hal-hal yang profan dan yang
sakral. Selain Allah sebagi dzat yang maha kuasa, maka bisa dilakukan proses
dekonstruksi dan dean desakralisasi. Sehingga tidak terjadi penghambaan pada
hal-hal yang sifatnya profan, seperti jabatan, instutusi, teks, dst. Keempat,
dalam memahami dan mewujudkannya, pergerakan telah memilih ahlu sunnah wal
jama’ah sebagai metode pengamalan dan penghayatan keyakinan itu.
2. Hubungan
Manusia Dengan Allah
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia
mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat
kepada manusia dihadapan ciptaannya yang lain. Kedudukan seperti itu ditemukan
dengan adanya daya fikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi
itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsinya sebagai khalifah dan
hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk
mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan untuk makhluknya. Sebagai
hamba Allah manusia harus melakukan ketentuan-ketentuan-Nya. Untuk itu, manusia
dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika manusia tidak
ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.
Dengan demikian dengan kedudukan manusia
sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu
pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai
hamba Allah. Kedua pola ini dijalani secra seimbang, lurus dan teguh dengan
hanya menjalani yang satu dengan mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah
satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi kemanusiaan
yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat
mengejawantahkan prinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan Allah juga harus dilaksanakan
dengan ikhlas. Artinya pola itu dijalani dengan mengharapkan keridhoan dari
Allah.sehingga pusat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh.sedangkan
hasil optimal sepenuhnya milik Allah.dengan demikian berarti diberi penekanan
kepada proses menjadi insan yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah.
Dengan menyadari arti niat dinamik dalam berhubungan dengan Allah.sekaligus
didukung dengan ketaqwaan dan tidak pernah pongah terhadap Allah.
Dengan karunia akal manusia berfikir
merenungkan tentang ke-Maha Kuasaan-Nya, yakni kemahaan yang tidak tertandingi
oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi
positif memungkinkan dirinya untuk menirukan fungsi ke-mahaan-Nya itu. Sebab
dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah. Yakni fitrah suci yang selalu
memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika
manusia melakukan sujud dan dzikir kepada-Nya, berarti manusia telah menjalani
fungsi Al-Qudus. Ketika manusia berbelas kasih, maka manusia menjalankan fungsi
Ar-Rahman dan ar-Rahim.
Didalam meletakkan pekerjaannya manusia
diberikan hak utnuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. Dari
semua pola tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal
dengan apa yang diupayakan. Karenanya manusia dituntut untuk melaksanakan
fungsinya secara maksimal.
Sekalipun di dalam diri manusia dikaruniaksn
kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun
kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasan. Bsebab perputaran itu
semata-mata tetap dikendalikan oleh Allah. Semua alam semesta selalu tunduk
pada sunnah-Nya pada keharusan universal atau takdir.Jadi manusia bebas
berussaha menentukan nasibnya sendiri. Dan apabila usaha itu belum berhasil,
maka harus ditanggapi dengan lapang dada, qona’ah (menerima) karena disitulah
sunnatullah berlaku. Karenanya setiap usaha yang dilakukan harus disertai
dengan sikap tawakal kepada-Nya.
3. Hubungan
Manusia dengan Manusia
Kenyataan bahwa Allah
meniupkan ruh-Nya kepada materi dasar manusia, menunjukkan bahwa manusia
berkedudukan mulia di antara ciptaan-ciptaan Allah. Kesadaran moral dan
keberaniannya untuk memikul tanggung jawab dan amanat dari Allah yang disertai
dengan mawas diri menunjukkan posisi dan kedudukannya. Memahami ketinggian
eksistensi dan potensi yang dimiliki oleh manusia, manusia mempunyai kedudukan
yang sama antara yang satu dengan lainnya. Sebagai warga dunia, manusia harus
berjuang dan menunjukkan peran yang dicita-citakan.
Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan
yang lainnya, kecuali ketaqwaan. Setiap manusia memiliki kekurangan dan
kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya,
tetapi ada pula yang selalu menonjol potensi kelemahannya. Karena kesadaran
ini, manusia harus saling menolong, saling menghormati, bekerja sama,
menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
Manusia telah dan harus selalu mengembangkan
tanggapannya terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan
usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia.
Dengan demikian, maka hasil itu merupakan budaya manusia, yang sebagian
dilestarikan sebagai tradisi, dan sebagian dirubah. Pelestarian dan perubahan
selalu mewarnai kehidupan manusia. Inipun dilakukan dengan bahkan yang
merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedangkan budaya
yang tidak bersesuaian diperbaharui.
Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan
akan adanya upaya bergerak secara dinamis, kreatif dan kritis dalam kehidupan
manusia. Manusia dituntut memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh
Allah SWT. Melalui pemanfaatan potensi diri itu justru manusia menyadari asal mulanya
kejadian dan makna kehadirannya di dunia.
Dengan demikian pengembangan berbagai aspek
budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai
dari semangat yang dijiwai oleh sikap kritis yang senantiasa berada dalam
religiusitas. Untuk itu diperlukan usaha bersama yang harus didahului dengan
sikap keterbukaan, komunikasi, dan dialog yang egaliter dan setara antar
sesama.
Melalui pandangan ini seperti ini pula
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara merupakan kerelaan dan
kesepakatan untuk bekerja sama dan berdampingan setara dan saling pengertian.
Sedangkan hubungan antar Muslim dilakukan guna membina kehidupan
manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan
kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan paripurna. Dengan tetap berpegang pada
keyakinan iman ini, dibina hubungan kerja sama secara damai dalam mencapai
cita-cita kehidupan bersama umat manusia.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan
antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan, persaudaraan
sesama Muslim, persaudaraan sesama warga negara dan persaudaraan sesama umat
manusia. Perilaku persaudaraan ini, harus menempatkan insan pergerakan pada
posisi yang dapat memberikan kemanfaatan maksimal untuk diri dan lingkungan sekitarnya.
4. Hubungan
Manusia dengan Alam
Alam semesta adalah ciptaan Allah swt. Dia
menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. Alam juga menunjukan tanda-tanda
keberadaan, sifat, dan perbuatan Allah. Berarti juga nilai tauhid melingkupi
hubungan manusia dengan alam. Sebagai ciptaan Allah alam berkedudukan sederajat
dengan manusia, namun Allah mendudukan alam bagi manusia dan bukan sebaliknya.
Jika sebaliknya yang terjadi maka manusia akan terjebak dalam penghambaan
terhadap alam bukan penghambaan kepada Allah.Allah mendudukan manusia sebagai
khalifah.
Perlakuan manusia terhadap alam tyersebut
dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupaan di dunia dan kebaikan di akherat ke
arah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditunjukan.dengan sendirinya
cara-cara menempatkan alam juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat
dalam hubungan manusia dengan alam.
Salah satu hasil penting dari cipta,rasa dan
karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan den teknologi (IPTEK).manusia menciptakan
itu dalam rangka memanfaatkan alam dan mkemakmuran bersama.
Sumber pengetahuan adalah Allahpenguasaan dan pengembangannya
disandarkan pada pemahaman ayat-ayat Allah.ayat-ayat berupa wahya dan seluruh
penciptaannya. Untuk mengetahui dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat
Allah itulah manusia mengarahkan kesadaran moral,kreasi potensi berupa akal dan
aktifitas intelektualnya.
Inilah nilai dasar pergerakan (NDP) pergerakan mahasiswa islam
indonesia yang dipergunakan sebagai landasan teologis, normatif, dan etis dalam
pola pikir dan perilaku warga PMII, baik secar perorangan ataupun
bersama-sama.Dengan nilai dasar tersebut dituju pribadi muslim indonesia yang
bertaqwa kepada Allah.berbudi luhur, berilmu cakap, dan bertanggung jawab dalam
mengamalkan ilmu pengetahuannya serta komitmen atas perwujudan cita-cita
kemerdekaan Indonesia.osok yang dituju adalah sosok ulil albab indonesia yang
kritis, inovatif, yang sadar akan posisi dan perannya sebagai khalifah Allah di
muka bumi ini.
3. ASWAJA
(AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH)
A. DEFINISI
SUNNAH
Secara bahasa, As Sunnah adalah
"ath-thariqah" yang berarti metode, kebiasaan, perjalanan hidup, atau
perilaku, baik yang terpuji maupun yang tercela.Kata tersebut berasal dari kata
"as sunnan" yg bersinonim dengan ath-thariq (berarti jalan). Ibnul
Atsir dalam "An Nihayah" 2:409 menyebutkan, "Kata sunnah beserta
segala variasinya disebutkan berulang-ulang dalam hadits, yang arti asalnya
adalah 'perjalanan hidup' dan 'perilaku'."
Dalam
istilah syariah, menurut para Ahli hadits, sunnah adalah segala sesuatu yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW yang berupa perkataan, perbuatan, ketetapan,
karakter, akhlak, maupun perilaku, baik sebelum maupunsesudahdiangkat menjadi
Rasul. Dalam hal ini, pengertian sunnahmenurutmerekaadalah sama dengan hadits
(Mushtafa as-Sibai, "AssunnahwaMakanatuhaFit-Tasyri'il Islami").
Setelah
timbulnya perpecahan dan menyebarnya berbagai bid'ah dan aliran nafsu, sunnah
digunakan sebagai pembeda antara Ahli Sunnah dan AhliBid'ah.Bila dikatakan
bahwa si A itu Ahli Sunnah atau mengikuti sunnah,makaiaadalah kebalikan dari
Ahli Bid'ah. Jadi, si A bisa disebutkan"mengikutisunnah" bila ia
beramal sesuai dengan yang diamalkanolehRasulullahSAW (ibnu Taimiyah,
"Al-Muwafaqat 4:4").
Adapun menurut pendapat banyak Ulama
Hadits muta'akhirin, terminologi"sunnah" adalah ungkapan yang dapat
menyelamatkan diri darikeragu-raguan tentang aqidah, khususnya dalam masalah
iman kepadaAllah,para malaikat-Nya,kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-NYa, hari akhir,takdir,dan
masalah keutamaa npara sahabat. Istilah sunnah menurut ulama Hadits
muta'akhirin tersebut lebih ditekankan pada aspek aqidah, karena aspekini amat
penting. Namun, bila diperhatikan dengan lebih seksama, lafaz ini lebih mengacu
kepada pengertian jalan hidup Rasulullah SAW serta para sahabatnya radiallahu
anhuma, baik ilmu, amal, akhlak, serta segi-segi kehidupan lainnya.
B. DEFINISI
AL-JAMAAH
Secara bahasa, kata "jama'ah"
berasal dari kata "al-ijtima" yang berarti "berkumpul" atau
"bersatu". Kata ini merupakan lawan kata "al-firqah" yang
berarti berpecah belah. Dalam "Majmu Fatawa" ibnu Taimiyah menjelaskan, "al-Jamaah berarti
persatuan, sedangkan lawan katanya adalah perpecahan. Dan lafaz al-jamaah telah
menjadi nama bagi kaum yang bersatu". Bila kata "jamaah"
dirangkaikan dengan kata "as-Sunnah" sehingga menjadi "Ahli
Sunnah Waljamaah", maka yang dimaksud adalah para pendahulu umat ini.
Mereka adalah para sahabat dan tabi'in yang bersatu mengikuti kebenaran yang
jelas dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Apa yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW dan para sahabat beliau radiallahu ahuma adalah kebenaran yang
wajib diteladani dan diikuti. Dan setiap orang yang datang sesudah mereka
dengan menempuh jalan mereka serta mengikuti jejak mereka,maka dia termasuk
dalam "al-jamaah" baik secara individu maupun kelompok.
Berdasarkan
pendapat para ulama dapat ditarik dua kesimpulan tentang istilah al-jamaah:
1.
Adalah disebut
jamaah bila ada kesepakatan dalam hal memilih dan mentaati seorang pemimpin
yang sesuai dengan ketentuan syariah. Kita wajib beriltizam kepadanya dan haram
keluar daripadanya.
2.
Jamaah adalah
jalan yang ditempuh oleh Ahli Sunnah yang meninggalkan segala macam bid'ah.
Inilah yang disebut mazhab "al-haq". Pengertian jamaah disini merujuk
kepada para sahabat Rasulullah SAW, ahli ilmu, ahli ijma, atau as-Sawadul
a'zham. Semuanya itu kembali kepada satu makna, yaitu: "orang yang
mengikuti jalan hidup Rasulullah SAW dan para sahabat beliau radiallahu anhuma,
baik sedikit maupun banyak, sesuai dengan keadaan ummat serta perbedaan zaman
dan tempat. Ibnu Masud pernah berkata: "Al-Jamaah adalah orang yang
menyesuaikan diri dengan kebenaran walaupun dia seorang diri". Dalam lafaz
lain disebutkan: "Sesungguhnya al-jammah itu adalah mentaati Allah, walaupun
seorang diri."
C. SEJARAH DAN ARTI
ASWAJA
Aswaja merupakan salah satu kelompok
aliran keagamaan dalam Islam yang memiliki pengikut paling banyak.Hal ini dapat
difahami karena pemikiran aswaja mencakup segala sendi kehidupan baik dalam
akidah (keimanan), syari’ah (hukum/mu’amalah) maupun tasawuf (akhlak).
Kehadiran aswaja sendiri tidak muncul secara tiba-tiba namun ada banyak hal
yang mempengaruhi proses kelahirannya dalam sejarah.
Secara historis, para imam Aswaja
dibidang akidah telah ada sejak zaman para sahabat Nabi SAW sebelum munculnya
paham Mu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu diantaranya adalah ‘Ali bin Abi
Thalib RA, karena jasanya menentang pendapat Khawarij tentang al-Wa’du wa
al-Wa’id dan pendapat Qodariyah tentang kehendak Allah dan daya manusia. Dimasa
tabi’in ada beberapa imam, mereka bahkan menulis beberapa kitab untuk
mejelaskan tentang paham Aswaja, seperti ‘Umar bin ‘Abd al-Aziz dengan karyanya
“Risalah Balighah fi Raddi ‘ala al-Qodariyah”. Para mujtahid fiqh juga turut
menyumbang beberapa karya teologi untuk menentang paham-paham di luar Aswaja,
seperti Abu Hanifah dengan kitabnya “Al-Fiqhu al-Akbar”, Imam Syafi’i dengan
kitabnya “Fi Tashihi al-Nubuwwah wa al-Raddi ‘ala al-Barohimah”.
Generasi Imam dalam teologi Aswaja
sesudah itu kemudian diwakili oleh Abu Hasan al-Asy’ari (260 H – 324 H),
lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham Mu’tazilah. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa akidah Aswaja secara substantif telah ada sejak masa para
sahabat Nabi SAW.Artinya paham Aswaja tidak mutlak seperti yang dirumuskan oleh
Imam al-Asy’ari, tetapi beliau adalah salah satu diantara imam yang telah
berhasil menyusun dan merumuskan ulang doktrin paham akidah Aswaja secara
sistematis sehingga menjadi pedoman akidah Aswaja.
Dalam perkembangan sejarah selanjutnya,
istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian dari disiplin ilmu keislaman.Dalam
hal akidah pengertiannya adalah Asy’ariyah atau Maturidiyah. Imam Ibnu Hajar
al-Haytami berkata: Jika Ahlussunnah wal jama’ah disebutkan, maka yang dimaksud
adalah pengikut rumusan yang di gagas oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan
Imam Abu Manshur al-Maturidi. Dalam fiqh adalah madzhab empat, Hanafi, Maliki,
Syafi’i, dan Hanbali.Dalam tasawuf adalah Imam al-Ghozali, Abu Yazid
al-Bisthomi, Imam al-Junaydi dan ulama-ulama lain yang sepaham.Semuanya menjadi
diskursus Islam paham Ahlussunnah wal jama’ah.
Syekh ‘Abdul Qodir al-Jilani
mendefinisikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan
as-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan,
prilaku, serta ketetapan beliau). Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian
jama’ah adalah segala sesuatu yang yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi
SAW pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin yang empat yang telah diberi hidayah Allah.”
Secara teks, ada beberapa dalil Hadits
yang dapat dijadikan dalil tentang paham Aswaja, sebagai paham yang
menyelamatkan umat dari kesesatan, dan juga dapat dijadikan pedoman secara
substantif. Diantara teks-teks Hadits Aswaja adalah:
افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إحْدَى
وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً وَ سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهُمْ
فِي النَّارِ إلَّا وَاحِدَةً قَالُوا : مَنْ هم يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا
عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدوَالتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ
“Dari Abi Hurayrah RA. Sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: Terpecah umat Yahudi menjadi 71 golongan. Dan terpecah
umat Nasrani menjadi 72 golongan. Dan akan terpecah umatku menjadi 73 golongan.
Semuanya masuk neraka kecuali satu. Berkata para sahabat: “Siapakah mereka
wahai Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab: “Mereka adalah yang mengikuti aku
dan para sahabatku.”. HR. Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah.
D. SELINTAS PEMIKIRAN
ASWAJA
Ketika Rasulullah Muhammad SAW masih
hidup, setiap persoalan dan perbedaan pendapat di antara kaum muslimin langsung
dapat diselesaikan langsung oleh Kanjeng Nabi Muhammmad, tetapi setelah beliau
wafat, penyelesaian tersebut tidak ditemukan sehingga sering terjadi perbedaan
lalu mengedap dan terjadi permusuhan di antara mereka, awal-awal perbedaan
muncul persoalan imamah (kepemimpinan) lalu merembet pada persoalan aqidah,
terutama mengenai hukum orang muslim yang berbuat dosa besar apakah dia dihukumi
kafir atau mukmin ketika dia mati.
Perdebatan
ini akhirnya merembet pada persoalan Tuhan dan Manusia, terutama terkait dengan
perbuatan manusia dan kekuasaan Tuhan (sifat Tuhan, keadilan Tuhan, melihat
Tuhan, ke hudutsan dan ke-qadim-an Tuhan dan kemakhukan Quran), pertetangan
tersebut makin meruncing dan kian saling menghujat. Ditengah-tengah arus kuat
perbedaan pendapat munculah pendapat moderat yang mencoba berusaha
mengkompromikan kedua pendapat tersebut, kelompok moderat tersebut adalah
Asy’ariyah dan Maturudiyah yang keduanya kemudian dinamakan kelompok Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja).
E. KONSEP AQIDAH
ASY’ARIYAH
Konsep ini dimunculkan oleh Imam Abul
Hasan al-Asy’ari, beliau lahir di Basrah sekitar tahun 260 H/873M dan wafat di
Baghdad 324H/935M, aqidah Asy’ariyah merupakan jalan tengan dari
kelompok-kerlompok keagamaan yang pada waktu itu berkembang yakni kelompok
Jabariyah dan Qodariyah yang dikembangkan oleh Mu’tazilah. Pertentangan
kelompok tersebut terlihat dari pendapat mengenai perbuatan manusia, kelompok
Jabariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia seluhnya diciptakan oleh Allah
dan manusia tidak memiliki andil sedikitpun, berbeda dengan pendapat kelompok
Qodariyah, bahwa perbuatan manusia seluruhnya adalah diciptakan oleh manusia
itu sendiri terlepas dari Allah. Artinya kelompok Jabariyah melihat kekuasaan
Allah itu mutlak sedang kelompok Qodariyah melihat kekuasaan Allah
terbatas.Asy’ariyah besikap mengambil jalan tengah (tawasuth) dengan konsep
upaya (al-kasb), menurut Asyari perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, namun
manusia memiliki peranan dalam perbutaannya, artinya upaya (kasb) memiliki
makna kebersamaan antara kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan.Upaya juga
bermakna keaktifan dan tanggung jawab manusia atas perbuatannya. Dengan
demikian manusia selalu keratif dan berusaha dalam menjalankan kehidupannya,
akan tetapi tidak melupakan Tuhan. Konsep Asy’ariyah mengenai toleransi
(tasammuh), mengenai konsep kekuasan Tuhan yang mutlak, bagi Mu’taziah Tuhan
WAJIB bersikap adil dalam memperlakukan mahluk-Nya, Tuhan wajib memasukan orang
baik ke surga dan orang jahat ke neraka, berbeda dengan Asy’ariyah, alasannya
kewajiban berarti telah terjadi pembatasan terhadap kekuasaan Tuhan, padalah
Tuhan memiliki kekuasaan mutlak, tidak ada yang membatasi kekuasaan dan
kehendak Tuhan, termasuk soal akal, Mu’tazilah memposisikan akal di atas wahyu,
berbeda dengan Asy’ariyah akal dibawal wahyu, namun akal diperlukan dalam
memahami wahyu, artinya dalam Asyariyah akal tidak ditolak, dan kerja-kerja rasionalitas
dihormati dalam kerangka pemahaman dan penafsiran wahyu berserta
langka-langkahnya.
F.
KONSEP
AQIDAH MATURIDIYAH
Konsep Aqidah Maturudiyah diperkenalkan
oleh Imam Abu Manshur al-Maturidi, beliau lahir di Maturid di Samarkand,
wafatnya sekitar tahun 333H, konsep Maturidiyah tidak jauh berbeda dengan
konsep Asy’ariyah, namun pada sandaran madzhabnya saja, kalau Asy’ariyah
bermadzhab pada Imam Syafi’i dam Imam Maliki sedangkan Maturidiyah pada Imam
Hanafi.
Konsep
jalan tengah (tawasuth) yang ditawarkan Maturidiyah adalah jalan damai antara
nash dan akal, artinya pendapat Maturidiyah melihat bahwa suatu kesalahan
apabilah kita berhenti berbuat pada saat tidak terdapat nash (teks), begitu
juga sebaliknya salah jika kita larut dan tidak terkendali dalam mengunakan
akal. Artinya sama pentingnya mengunakan nash dan akal dalam memahami kekuasaan
(ayat-ayat) Tuhan.
Dengan munculnya Asy’ariyah dan
Maturidiyah merupakan perdamaian antara kelompok Jabariyah yang Fatalistik dan
Qodariyah yang mengagung-agungkan akal, sikap keduanya merupakan sikap Ahlus
Sunnah Wa al-Jama’ah dalam beraqidah, sikap tawasuth diperlukan untuk
merealisasikan amar ma’ruf nahi munkar yang selalu mengedepankan kebajikan
secara bijak, prinsipnya bagaimana nilai-nilai Islam dijadikan landasan dan
pijakan bermasyarakat serta dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat setempat.
G. SYARIAH ASWAJA
Ketika Rasullulaah SAW masih hidup, umat
manusia menerima ajaran langsung dari beliau atau dari sahabat yang hadir
ketika beliau menyampaikan, setelah rasullulah wafat para sahabat menyebarkan
ajaran pada generasi selanjutnya. Dengan perkembangan zaman dan kondisi
masyarakat yang kian dinamis banyak persoalan baru yang dihadapi umat,
seringkali permasalahan yang muncul tidak terdapat jawabat secara tegas dalam
al-Quran dan al-Hadis, maka untuk mengetahui hukum atau ketentuan persoalan
baru tersebut diperlukan upaya ijtihad.
Pola
pemahaman ajaran Islam melalui ijtihad para mujtahid biasa disebut madzab yang
berarti ”jalan pikiran dan jalan pemahaman” atau pola pemahaman. Pola pemahaman
dengan metode, prosedur dan produk ijtihad tersebut diikuti oleh umat Islam
yang tidak mampu melakukan ijtihad sendiri, karena keterbatasan ilmu dan
syarat-syarat yang dimiliki.Inilah yang disebut bermazhab atau mengunakan
mazhab. Dengan cara bermazhab inilah ajaran Islam dapat dikembangkan,
disebarluaskan dan diamalkan dengan mudah kepada semua lapisan masyarakat.
Melalui sistem inilah pewarisan dan pengamalan ajaran Islam terpelihara
kelurusannya, terjamin kemurnian al-Quran, serta al-Hadist dapat dipahami,
ditafsirkan dan dipertahankan.
Di antara mazhab bidang fiqh yang paling
berpengaruh yang pernah ada sebanyak empat (Syafi’i, Maliki, Hambali dan
Hanafi), alasan memilih keempat Imam tersebut;
·
Secara kualitas
pribadi dan keilmuan mereka sudah mashur, artinya jika disebut nama mereka
hampir dapat dipastikan mayoritas umat Islam di dunia mengenal dan tidak
diperlukan penjelasan detail.
·
Keempat Imam
tersebut adalah Imam Mujtahid Mutlak Mustaqil, yaitu Imam yang mampu secara
mandiri menciptakan Manhaj al-fikr, pola, metode, proses dan prosedur istinbath
dengan seluruh perangkat yang dibutuhkan.
·
Para Imam Mazhab
memiliki murid yang secara konsisten mengajar dan mengembangkan mazhabnya yang
didukung oleh kitab induk yang masih terjamin keasliannya hingga sekarang.
·
Keempat Imam
tersebut memiliki mata rantai dan jaringan intelektual diantara mereka.
H. TASAWUF ASWAJA
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah memiliki
prinsip, bahwa hakikat tujuan hidup adalah tercapaianya keseimbangan
kepentingan dunia dan akhirat, serta selalu mendekatkan diri pada Allah SWT. Untuk
dapat mendekatkan diri pada Allah diperlukan perjalanan spiritual yang
bertujuan memperoleh hakikat dan kesempurnaan hidup, namun hakikat tidak boleh
dicapai dengan meninggalkan rambu-rambu syariat yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT dalam al-Quran dan Sunnah Rasullullah SAW, ini merupakan prinsip dari
tasawuf Aswaja.
Kaum
Nahdliyin dapat memasuki kehidupan sufi melalui cara-cara yang telah digunakan
oleh seorang sufi tertentu dalam bentuk thariqah, tidak semua thariqah memiliki
sanad kepada Nabi Muhammmad, dan yang tidak memiliki sanad pada Nabi Muhammmad
tidak diterima sebagai thariqah mu’tabarah oleh Nahdliyin.
Jalan sufi yang telah dicontohkan Nabi
Muhammad dan pewarisnya, adalah jalan yang tetap memegang teguh pada
perintah-perintah syariat seperti ajaran-ajaran tasawuf yang terdapat dalam
tasawuf al-Ghazali dan Junaid al-Baghdadi. Tasawuf model al-Ghazali dan Junaid
al-Baghdadi diharapkan umat akan dinamis dan dapat mensandingkan antara
kenikmatan bertemu dengan Tuhan dan sekaligus menyelesaikan persoalan-persoalan
yang dihadapi manusia, seperti yang ditunjukan oleh walisongo yang menyebarkan
Islam di Indonesia. Dengan model tasawuf yang moderat memungkinkan umat Islam
secara individu memiliki hubungan langsung dengan Tuhan dan secara berjamaah
dapat melakukan gerakan kebaikan umat, sehingga menjadikan umat memiliki
kesalehan individu dan kesalehan sosial.
I.
POKOK
PAHAM AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH YANG DIANUT PMII
Berkembangnya
Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia berbarengan dengan berkembangnya Islam di
Indonesia yang dibawa oleh para wali.Di pulau Jawa, peranan Walisongo sangat
berpengaruh dalam memantapkan eksistensi Ahlussunnah wal Jama’ah.Namun,
Ahlussunnah wal Jama’ah yang dikembangkan Walisongo masih dalam bentuk
ajaran-ajaran yang sifatnya tidak dilembagakan dalam suatu wadah organisasi
mengingat ketika itu belum berkembang organisasi.
Mengenai
istilah Ahlussunnah wal Jama’ah, KH. M. Hasyim Asy’ari dengan mengutip Abu
al-Baqa’ dalam bukunya, al-Kulliyyat, mengartikannya secara bahasa sebagai
jalan, meskipun jalan itu tidak disukai. Menurut syara’, ‘sunnah’ adalah
sebutan bagi jalan yang disukai dan dijalani dalam agama sebagaimana
dipraktekkan oleh Rasulullah Saw.atau tokoh agama lainnya, seperti para
sahabat. Sebagaimana dikatakan Syeikh Zaruq dalam kitab ‘Uddah al-Murid,
menurut syara’, ‘bid’ah’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang
kemudian mirip bagian agama, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun
hakekatnya.
Yang menarik dalam Qanun Asasiy adalah
bahwa KH. M. Hasyim Asy’ari melakukan serangan keras kepada Muhammad ‘Abduh,
Rasyid Ridha, Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhab, Ibn Taimiyah, dan dua muridnya Ibn
al-Qayyim dan Ibn ‘Abd al-Hadi yang telah mengharamkan praktek yang telah
disepakati umat Islam sebagai bentuk kebaikan seperti ziarah ke makam
Rasulullah. Dengan mengutip pendapat Syeikh Muhammad Bakhit al-Hanafi al-Muti’i
dalam risalahnya Tathir al-Fu’ad min Danas al-’Itiqad, KH.M. Hasyim Asy’ari
menganggap kelompok ini telah menjadi fitnah bagi kaum muslimin, baik salaf
maupun khalaf.Mereka merupakan aib dan sumber perpecahan bagi kaum muslimin
yang mesti segera dihambat agar tidak menjalar ke mana-mana.
Oleh para ulama, Ahlussunnah wal Jama’ah
dimaknai dalam dua pengertian:
Pertama,
Ahlussunah Wal Jama’ah sudah ada sejak zaman sahabat nabi dan tabi’in yang
biasanya disebut generasi salaf.Pendapat ini didasarkan pada pengertian
Ahlussunah Wal Jama’ah, yakni mereka yang selalu mengikuti sunah Nabi Saw dan
para sahabatnya.
Kedua,
pendapat yang mengatakan bahwa Ahlussunah Wal Jama’ah adalah paham keagamaan
yang baru ada setelah munculnya rumusan teologi Asy’ari dan Maturidi dalam
bidang teologi, rumusan fiqhiyyah mazhab empat dalam bidang fikih serta rumusan
tashawuf Junayd al-Bagdadi dalam bidang tasawuf.
Pengertian pertama sejalan dengan sabda
Nabi Saw.: “Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh kepada sunnah Nabi dan
sunnah al-khulafa al-rasyidin yang mendapat petunjuk” (HR. at-Tirmidzi dan
al-Hakim). Dalam hadits tersebut, yang dimaksud bukan sahabat yang tergolong
al-khulafa’ al-rasyidun saja, tetapi juga sahabat-sahabat lain, yang memiliki
kedudukan yang penting dalam pengamalan dan penyebaran Islam. Nabi Saw
bersabda: “Sahabat-sahabatku seperti bintang (di atas langit) kepada siapa saja
di antara kamu mengikutinya, maka kamu telah mendapat petunjuk”. (HR.
al-Baihaqi).
Sesudah generasi tersebut, yang
meneruskan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah adalah para tabi’in (pengikut
sahabat), sesudah itu dilanjutkan oleh tabi’it-tabi’in (generasi sesudah
tabi’in) dan demikian seterusnya yang kemudian dikenal sebagai penerus Nabi,
yaitu ulama. Nabi Saw bersabda: “Ulama adalah penerang-penerang dunia,
pemimimpin-pemimpin di bumi, dan pewarisku dan pewaris nabi-nabi” (HR. Ibn
‘Ady). Itu sebabnya, paham Ahlussunnah wal jama’ah, sesungguhnya adalah ajaran
Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, sahabat, tabi’in, dan generasi
berikutnya.
Pengertian
kedua dimaksudkan untuk melestarikan, mempertahankan, mengamalkan dan mengembangkan
paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Hal ini bukan berarti menyalahkan mazhab-mazhab
mu’tabar lainnya, melainkan berpendirian bahwa dengan mengikuti mazhab yang
jelas metode dan produknya, seorang muslim akan lebih terjamin berada di jalan
yang lurus.
Di
luar dua pengertian di atas, KH. Said Agil Siradj memberikan pengertian lain.
Menurutnya, Ahlussunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang memiliki metode
berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas
dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleransi. Baginya, Ahlussunnah
wal Jama’ah harus diletakkan secara proporsional, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah
bukan sebagai mazhab, melainkan hanyalah sebuah manhaj al-fikr (cara berpikir
tertentu) yang digariskan oleh sahabat dan para muridnya, yaitu generasi
tabi’in yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam menyikapi
situasi politik ketika itu. Meskipun demikian, hal itu bukan berarti bahwa
Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai manhaj al-fikr adalah produk yang bebas dari
realitas sosio-kultural dan sosio-politik yang melingkupinya. Ada empat prinsip
utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu
diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
Pertama,
At-Tawassuthatau
sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan.
Ini disarikan dari firman Allah SWT:
Dan
demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan
pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan)
manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas
(sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).
Kedua At-Tawazunatau
seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang
bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadits). Firman Allah SWT:
Sunguh
kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata
dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)
Ketiga,
Al-I'tidal Atau Tegak Lurus/keadilan. Dalam Al-Qur'an Allah SWT
berfirman:
Wahai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak
membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang
adil.Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak
adil.Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. (QS al-Maidah: 8)
Keempat tasamuh
atau toleransi.Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang
yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau
membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini.
Firman Allah SWT:
Maka
berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir'aun)
dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut. (QS.
Thaha: 44)
Ayat
ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS
agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun.Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774
H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, "Sesungguhnya
dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan
perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah.Hal itu dilakukan
supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih
berfaedah".(Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz III hal 206).
Dalam
tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip
ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut: (Lihat Khitthah
Nahdliyah, hal 40-44)
1. Akidah.
a)
Keseimbangan
dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b)
Memurnikan
akidah dari pengaruh luar Islam.
c) Tidak
gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir.
2.
Syari'ah
a.
Berpegang teguh
pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat
dipertanggung¬jawabkan secara ilmiah.
b.
Akal baru dapat
digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i).
c.
Dapat menerima
perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang
multi-interpretatif (zhanni).
3.
Tasawuf/ Akhlak
a.
Tidak mencegah,
bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama
menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
b.
Mencegah sikap
berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c.
Berpedoman
kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut
dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan
sikap dermawan (antara kikir dan boros).
4.
Pergaulan antar golongan
a.
Mengakui watak
manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya
masing-masing.
b.
Mengembangkan
toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c.
Pergaulan antar
golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
d.
Bersikap tegas
kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
5.
Kehidupan bernegara
a.
NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan
kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b.
Selalu taat dan
patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak
bertentangan dengan ajaran agama.
c.
Tidak melakukan
pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d.
Kalau terjadi
penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik.
2. Kebudayaan
a. Kebudayaan
harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma
dan hukum agama.
b. Kebudayaan
yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun
datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c. Dapat
menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan
(al-¬muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).
3. Dakwah
a. Berdakwah
bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat
menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b. Berdakwah
dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c. Dakwah
dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan
dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.
4.
KELEMBAGAAN
KOPRI DAN STUDI GENDER
A. SELAYANG PANDANG
Sejarah menorehkan bahwa pergerakan
perempuan tidak luput dari dinamika yang dikaitkan dengan kondisi social
politik baik nasional maupun internasional.isu perempuan sudah bukan isu lokal,
hal ini dapat kita lihat bahwa modernisme dan persinggungan budaya merupakan
hal kongkret yang mengharuskan kita
untuk waspada, mawas diri baik
secara individu maupun komunitasnya
dalam menghadapi realita yang terjadi dan tidak pergi meninggalkannya. Citra
bahwa laki-laki adalah makhluk yang kuat dan rasional sementara perempuan
adalah makhluk lemah dan emosional merupakan konstruksi budaya, citra tersebut
bukanlah kodrat karena perbedaan
antara laki-laki dan perempuan terletak
pada biologisnya.
Kesadaran pengorganisasian isu dan SDM
dalam tubuh PMII merupakan titik awal dalam membangun gerakan perempuan. PMII
mengambil komitmen terhadap keadilan gender dan mewujufkannya melalui
dibentuknya lembaga gerakan perempuan yang bernama Korp Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (KOPRI). KOPRI adalah badan semi otonom yang strukturnya
disesuaikan dengan hirarki struktur PMII yang menangani persoalan perempuan di
PMII dan Isu perempuan secara umum.Lemabaga ini bersifat hirarkis dan
bertanggung jawab pada pleno PMII. Hubungan antara PMII dengan KOPRI ditunjukan
dengan garis koordinasi dan
konsultasi.
Perjalanan sejarah organisasi yang bernama Korps PMII Putri yang disingkat KOPRI mengalami proses yang panjang dan dinamis. KOPRI berdiri pada kongres III PMII pada tanggal 7-11 Februari 1967 di Malang Jawa Timur dalam bentuk Departemen Keputrian dengan berkedudukan di Surabaya Jawa Timur dan lahir bersamaan dengan Mukernas II PMII di Semarang Jawa Tengah pada tanggal 25 September 1967. Musyawarah Nasional pertama Korp PMII Putri pada kongres IV PMII di Makasar (Ujung pandang) pada tanggal 25-31 April 1970. KOPRI mengalami keputusan yang pahit ketika status KOPRI dibubarkan melalui voting beda satu suara pada kongres XII di Medan pada tahun 2000. Pasca kongres di Medan kader perempuan mengalami stagnasi hingga dirumuskannya kembali wadah perempuan dalam kongres XIII di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur pada tanggal 16-21 April 2003. Agenda tersebut dijadikan momentum yang tepat untuk memprakarsai adanya wadah perempuan, maka terbentuklah POKJA Perempuan dan kemudian lahirlah kembali KOPRI di Jakarta pada tanggal 29 September 2003. Karena semakin tajamnya semangat kader perempuan PMII maka pada Kongres di Bogor tanggal 26-31 Mei tahun 2005terjadi perbedaan pandangan kembali dan atas berbagai pertimbangan dan kebutuhan maka terjadi voting atas status KOPRI dengan suara terbanyak menyatakan KOPRI adalah Otonom sekaligus memilih ketua umum PB KOPRI secara langsung sehingga terpilih dalam kongres sahabati Ai Maryati Shalihah. Namun, keberadaan KOPRI di Kongres Batam pada tanggal 09 s/d 17 Maret 2011.Selanjutnya dalam Kongres Batam yang diadakan pada tanggal 27 Februari – 4 Maret 2008 melahirkan pemimpin baru, sahabati Eem Marhamah Zulfa Hiz dengan posisi sebagai lembaga semiotonom.
Perjalanan yang panjang, hasil
kongres PMII ke XVII pada tanggal 09 s/d 17 Maret 2011 di Banjarbaru Kalimantan
Selatan, memilih sahabat IRMA MUTOHAROH sebagai Ketua Umum KOPRI PB PMII Periode 2011-2013, yang dipilih
secara langsung dari semua cabang Se-Nusantara. Inilah proses regenerasi
kepemimpinan KOPRI dalam rangka meneruskan cita-cita perjuangan kemahasiswaan,
keislaman dan kebangsaan yang terbingkai dalam visi misi KOPRI PB.PMII itu
sendiri.
B. PROFIL KOPRI
Nama: Korps
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonsia Putriatau disingkat denganKOPRI
Pendirian:
KOPRI
didirikan pada tanggal 25 september 1967
Azas
: KOPRI PB PMII
berazaskan Pancasila
Sifat :KOPRI PB PMII
Bersifat keagamaan, kemahasiswaan, Kebangsaan, kemasyarakatan, independensi dan
professional
1.Keislaman
adalah nilai-nilai Islam Ahlusunah Waljama’ah
2.Kemahasiswaan
adalah sifat yag dimiliki mahasiswa, yaitu idealism, perubahan, komitmen,
kepedulian social
3.Kebangsaan
adalah nilai-nilai yang bersumber dari kultur, filosofi, sosiologi dan yuridis
bangsa Indonesia
4.Kemasyarakatan
adalah bersifat include dan menyatu dari
dan untuk masyarakat
5.Independen
adalah berdiri sendiri, tidak bergantung pada pihak lain baik secara perorangan
maupun kelompok
6.Professional
adalah distribusi tugas dan wewenang sesuai dengan bakat, minat kemampuan dan
keilmuan yang dimilikinya.
Visi :”TERCIPTANYA
SINERGITAS KOPRI DALAM MENGAWAL DAN
MEMPERKUAT KEPEMIMPINAN PEREMPUAN NUSANTARA “
Misi
Ø MENJADIKAN KOPRI
SEBAGAI KAWAH CANDRADIMUKA (TEMPAT PENGKADERAN )PEMIMPIN PEREMPUAN
NUSANTARA
Ø MENTRANFORMASIKAN PEMAHAMAN GENDER DI TINGKATAN
MAHASISWA DAN MASYARAKAT.
Ø MEMPERKUAT SIMPUL GERAKAN KADER PEREMPUAN
SE-NUSANTARA .
Ø MEMPERKUAT KADER ISASI PEREMPUAN MELALUI PENINGKATAN CAPACITY BUILDING KADER
Ø MENGEMBANGKAN DAN MEMPERKUAT INSTITUSIONAL KOPRI DI SEMUA LEVEL KEPENGURUSAN
Ø MEMPERLUASNETWORKINGDITINGKAT REGIONAL NASIONAL MAUPUN INTERNASIONAL.
C.
SPIRIT GERAKAN
Berlandaskan
pada Spirit perjuangan perempuan Nusantara
Kita masih
ingat, Ratu Shima nama penguasa Kerajaan Kalingga, yang pernah berdiri pada
milenium pertama di Jawa. Pada masa pemerntahan Ratu Shima,Kerajaan Kalingga
menggapai masa kejayaannyai. Kemudian Cut Nyak Dien pernah memimpin perlawanan
melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Pasukan
ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda
sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Kemudian Malahayati memimpin
2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah tewas)
berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng sekaligus membunuh Cornelis
de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal, dan mendapat
gelar Laksamana untuk keberaniannya ini, sehingga ia kemudian lebih dikenal
dengan nama Laksamana Mal. Perempuan lain yakni Martha Christina tercatat
sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang
langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam
perang Pattimura tahun 1817. Sulawesi Selatan ada Retno Kencana colliq pujie
yang merupakan intelektual penggerak
zaman. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia
dikenal sebagai gadis pemberani. KOPRI belajar dari kepemimpinan dan kegigihannya
dalam mambangun bangsa.
D.
PIJAKAN GERAKAN
Gerakan KOPRI
harus berpijak pada realitas peempuan di beragai sektor diantaranya :
PENDIDIKAN;
Bagi Bangsa
yang sedang berkembang seperti Indonesia, memberdayakan perempuan melalui
pendidikan adalah investasi aset bangsa. Laporan dari Departemen Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa jumlah perempuan buta aksara sekitar 6,3 juta
orang, sekitar 70 persen di antaranya berusia di atas 45 tahun. Adapun jumlah
laki-laki buta aksara sebanyak 3,4 juta orang. Total jumlah warga buta aksara
9,7 juta atau 5,97 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Kepemimpinan dan Politik; Dalam Pemilu 1999,
perempuan DPR RI hanya 8%. Kemudian pada Pemilu 2004 dengan pasal 65 (1)
UU 12/2002 memuat kuota pencalegan perempuan hanya mampu mendongkrak
perempuan di DPR RI 11,3%, Tapi untuk DPD mencapai 21%, Pemilu 2009, UU Pemilu,
UU Parpol & UU Penyelenggara Pemilu memuat tentang keterwakilan perempuan
min 30% mampu mendongkrak perempuan di DPR RI 18% dan DPD RI sampai 28%.
EKONOMI DAN PEMBANGUNAN;
Sementara itu
pertumbuhan ekonomi akan memacu pertumbuhan industri dan peningkatan pemenuhan
kebutuhan dan kualitas hidup. Sebagai salah satu aset dan potensi bangsa, kaum
perempuan bukanlah suatu beban atau hambatan dalam pembangunan. Oleh sebab itu,
masyarakat pun perlu mengubah pola pikir yang lebih mengutamakan laki laki
sebagai penggerak pembangunan. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPSK)
laki-laki masih lebih tinggi (86,5%) dari perempuan (50,2%). Hal diatas
berimbas juga pada perbedaan pendapatan perempuan yang masih lebih rendah
daripada laki-laki.
POTRET BUDAYA;
Pengaruh
budaya patriarki bisa diminimalisir dan dihilangkan tentunya dengan cara
mewujudkan apa yang disebut sebagai kesetaraan gender. Hal tersebut
terwujud apabila kita bisa membangun kespahaman kita tentang konsepsi gender
itu sendiri. Dimana konsep tersebut atau kontruksi sosial yang mengacu pada
hubungan (Relasi) sosial yang membedakan fungsi dan peran perempuan dan
laki-laki bukan atas dasar perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dasarnya
adalah sistem sosial dalam suatu masyarakat, mulai dari idiologinya politiknya,
ekonominya sosial budayanya. Sehingga pemahaman gender bukan sebagai suatu
paket pengetahuan yang tunggal dan superior namun tetap harus berpijak dengan local wisdom
E.
5 (LIMA) SIKAP
DAN ARAH GERAK
- Mengawal kepemimpinan gerakan perempuan diberbagai sektor, melalui peningkatan capacity Building kepemimpinan, teknik advokasi dan jurnalistik di tingkatan kader perempuan PMII.
- Menjadi Center gerakan perempuan Mahasiswa Indonesia. Hal ini berangkat dari realitas perempuan OKP (Cipayung) yang sama-sama sedang mengggalang dan mengkonsolidasikan diri dimasing-masing organisasi agar dapat melahirkan kader terbaiknya untuk Negeri
- Membangun kekuatan jaringan dalam pengawalan isu. Kekuatan pertama adalah membangun kekuatan lintas OKP, lintas Organisasi perempuan dan Ormas.
- Mengawal proses penyadaran berkeadilan Gender dikalangan mahasiswa dan masyarakat.
- Memperjuangkan lahirnya kebijakan yang berperspektif Gender berlandaskan nilai-nilai keadilan dan penghargaan. Mangawal segala bentuk diskriminasi perempuan melalui kebijakan publik, UU dan PERDA.