BAB I
I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Masyarakat
senantiasa mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dalam perkembangan masyarakat
kadangkala baru disadari manakala dilakukan pengamatan terhadap suatu masyarakat
dari waktu ke waktu. Cepatnya perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh banyak hal,
salah satunya adalah karena pesatnya perkembangan teknologi di bidang komunikasi.
Penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, terjadinya suatu revolusi,
modernisasi pendidikan, dan lain-lain yang terjadi di suatu tempat dapat segera
diketahui oleh masyarakat lain walaupun berada jauh dari tempat tersebut.
Jika
diamati secara teliti, kemungkinan perubahan dalam kehidupan masyarakat dapat
terjadi dalam berbagai bidang atau sektor. Perubahan-perubahan tersebut dapat
mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola perikelakuan,
organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat,
kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, dan lain sebagainya.
Begitu
luasnya bidang kehidupan masyarakat yang mungkin dapat terjadi perubahan di dalamnya,
sehingga perlu dipikirkan suatu bidang kehidupan yang lebih spesifik untuk
dianalisa dalam membuat penulisan ini.
Beberapa
waktu yang lalu, Masyarakat Indonesia dikejutkan oleh kasus kriminalisasi Bibit
Chandra yang berawal dari persiteruan antara KPK dengan kepolisian. Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah
dituding menerima suap dari pengusaha Anggodo Wijoyo.
Tuduhan
suap terhadap kedua pimpinan KPK tersebut (Bibit-Chandra) diduga penuh dengan
rekayasa terkait dengan kasus yang sedang ditangani oleh KPK.
Dukungan
masif dari publik mengalir pada dua pimpinan KPK itu setelah sidang Mahkamah Konstitusi
(MK) November 2009. Lembaga hukum itu memutar rekaman Anggodo Widjojo dengan
sejumlah orang terkait Bibit dan Chandra. Dukungan publik mengalir deras
seiring menguatnya indikasi kriminalisasi terhadap Chandra dan Bibit pasca
pemutaran rekaman itu. Salah satu dukungan datang dari facebookers.
Dengan judul 'Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah &
Bibit Samad Riyanto,' 9 Desember 2009, Usman Yasin Full mengumpulkan dukungan
bagi dua pimpinan KPK itu.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pun meminta agar kasus dugaan suap itu diselesaikan di
luar pengadilan. Kejaksaan lalu merespons dengan menerbitkan Surat Ketetapan
Penghentian Penuntutan (SKPP). Namun, Senin lalu, Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan menyatakan SKPP itu tidak sah. Pengadilan juga memerintahkan agar kasus
Bibit-Chandra dilimpahkan ke pengadilan. Ini menjawab gugatan SKPP yang
diajukan Anggodo Widjojo.
Dukungan
untuk Bibit-Chandra pun mengalir kembali. Di dunia maya, dukungan digalang dengan
berbagai cara, salah satunya adalah 'GERAKAN 1 JUTA FACEBOOKERS:
Bebaskan Chandra-Bibit dari Penangkapan KEDUA.'
Apa yang
dilakukan facebookers tersebut diberikan dalam rangka membela Bibit dan
Chandra sehubungan dengan dikabulkannya praperadilan yang diajukan oleh Anggodo
Widjojo yang dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.
Gerakan facebookers yang kedua kalinya merupakan suatu bentuk kelompok
sosial yang dimotori oleh Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) Usman
Yasin.
Kasus lain
yang menggunakan internet dalam upaya memenuhi rasa keadilan dan ternyata
berpengaruh pada perubahan sosial adalah kasus yang menimpa Prita Mulyasari,
seorang ibu rumah tangga yang mengirimkan keluhannya dengan mengirimkan email
kepada 10 (sepuluh) orang temannya. Akibat keluhannya itu, Prita kemudian harus
dipidana dengan dasar Pasal 27 ayat 3 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Bahkah
salah seorang anggota Wantimpres, Adnan Buyung Nasution, merasa heran ketika
mengetahui kasus yang menimpa Prita Mulyasari. Sanksi pidana kurungan yang
dikenakan pada Prita bisa membungkam orang lain untuk beropini atau berpendapat.
Sementara
itu, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Bu Indah
Sukmaningsih, berpendapat bahwa penulisan yang dilakukan Prita merupakan suatu
bentuk informasi mengenai pelayanan publik. Dengan demikian masyarakat
sudah seharusnya mengetahui tentang hal itu. Menurut Bu Indah, seharusnya pihak
Rumah Sakit Omni menerima feed back yang dilakukan oleh Prita dan
melakukan pendekatan lebih secara kekeluargaan serta menggunakan hati nurani,
serta tidak serta merta menempuh jalur hukum.
Prita
Mulyasari pada awalnya didiagnosis terkena demam berdarah, padahal ternyata
Prita hanya terkena virus udara. Kemudian dokter memberinya obat dosis tinggi
melalui suntikan. Prita yang merasa tertipu kemudian berniat pindah ke rumah
sakit lain namun kesulitan mendapat hasil laboratorium.
Putusan
Pengadilan Tinggi Banten juga menghukum Prita berdasarkan gugatan perdata yang diajukan
pihak Rumah Sakit Omni Internasional, yaitu berupa denda Rp 204 juta. Apa yang
dialami Prita mendorong terbentuknya dukungan dalam jejaring sosial facebook,
yang lebih dikenal dengan facebookers, dengan membuat gerakan koin untuk
Prita.
Selain
itu, masih ada beberapa kasus lain yang dalam mendukung tercapainya rasa
keadilan, suatu kelompok masyarakat menggunakan situs jejaring sosial facebook,
sebut saja kasus Susno Duaji, ex-Kabareskrim yang mencoba membongkar kebobrokan
di tubuh kepolisian, Kasus Budiono Sri Mulyani
terkait Bank Century dan juga Kasus Gayus terkait makelar kasus pajak.
Jejaring
sosial seperti facebookers ini sebagai salah satu bentuk perkembangan
teknologi di bidang komunikasi sangat mempengaruhi perubahan sosial. Hukum
seyogyanya juga dapat digunakan sebagai sarana social engineering yaitu
melalui penggunaan secara sadar untuk mencapai suatu tertib atau keadaan
masyarakat sebagaimana dicita-citakan atau untuk melakukan perubahan-perubahan
yang diinginkan. Namun bagaimana jika ternyata hukum dir ak memihak kepada
keadilan oleh masyarakat? Dapatkah contoh-contoh kasus di atas disebut sebagai
salah satu cara yang dapat dilakukan oleh suatu kelompok sosial, yang disebut facebookers,
untuk mewujudkan rasa keadilan dan juga mengakibatkan terciptanya suatu
perubahan sosial dalam masyarakat.
b.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, pokok
permasalahan yang akan dikaji adalah:
a.
Bagaimanakah
pengaruh internet dan hukum dalam perubahan sosial?
b.
Bagaimanakah
facebookers dapat mendorong terwujudnya rasa keadilan masyarakat yang senantiasa
mengalami perubahan?
Untuk
memberikan jawaban atas pokok permasalahan tersebut, akan dilakukan pembahasan mengenai
perubahan sosial. Kemudian akan dibahas mengenai hukum sebagai salah satu
sarana perubahan sosial dan juga akan mengamati kasus-kasus sehingga diketahui
bagaimana pengaruh internet bagi perubahan sosial dalam masyarakat yang
menginginkan keadilan.
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Pengaruh Internet dan Hukum Dalam Perubahan Sosial
Sebagai
makhluk sosial, tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri. Manusia memerlukan
masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam perkembangannya,
masyarakat terus menerus mengalami perubahan. Bahkan sistem sosial terbentuk
melalui hubungan-hubungan/interaksi yang dilakukan oleh individu-individu.
Masyarakat memang merupakan sistem sosial dengan tingkat independensi tertentu
dalam mencukupi kebutuhan-kebutuhannya.
Namun,
tingkat independensi yang absolut sebenarnya tidak ada, karena hal tersebut
bertentangan dengan kedudukannya sebagai suatu sub sistem yang harus berhubungan
dengan lingkungannya, serta kemampuan untuk mengontrol pertukaran itu demi
kelancaran jalannya usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat sendiri.
Kebutuhan
manusia akan manusia lainnya juga tercermin dalam pembentukan negara. Hal
tersebut juga sangat dimengerti oleh John Locke, sehingga ia menulis bahwa,
"Men
being, as has been said, by nature all free, equal, and independent, no one can
be put out of this estate and subjected to the political power of another
without his own consent. The only way whereby any one divests himself of his
natural liberty and puts on the bonds of civil society is by agreeing with
other men to join and unite into a community for their comfortable, safe, and
peaceable living one amongst another, in a secure enjoyment of their properties
and greater security against any that are not of it."
Perubahan
sosial belum tentu hanya merupakan kemajuan dari suatu masyarakat saja, tetapi
dapat pula berupa kemunduran yang menyangkut bidang-bidang kehidupan tertentu.
Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan
di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perikelakuan di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Perubahan
sosial dapat diartikan sebagai suatu bentuk perubahan-perubahan yang
menimbulkan akibat-akibat sosial. Akibat sosial ini adalah sedemikian rupa
sehingga terjadi perubahan dalam bentuk, susunan serta hubungan yang berbeda
dari yang semula.
Berbicara
mengenai perubahan sosial seringkali dihubungkan dengan kontrol sosial, yaitu
suatu proses mempengaruhi orang-orang untuk bertingkah laku sesuai dengan
harapan masyarakat. Pada suatu saat di masa mendatang, persoalan yang ingin
dipecahkan bukan lagi sebatas mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku
sesuai dengan harapan masyarakat saja melainkan juga menyangkut
perubahan-perubahan yang dikehendaki. Hal seperti itu biasa disebut
sebagai social engineering, yang orientasinya tidak ditujukan kepada
pemecahan masalah yang ada, melainkan berkeinginan untuk menimbulkan
perubahan-perubahan dalam tingkah laku anggota-anggota masyarakat.
Steven
Vago mengatakan, pengendalian sosial diarahkan kepada perilaku anggota
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan ketertiban/ketentraman. Pengendalian
sosial dapat dilakukan dalam berbagai cara. Dalam hal pengendalian sosial yang
dilakukan secara informal, seperti etika, penggunaan bahasa, aturan-aturan
susila yang berdasarkan perasaan mana perbuatan yang baik dan mana yang salah,
dan bidang lain di luar hukum, yang tidak lagi mampu untuk memelihara
kesesuaian norma-norma tertentu, maka memunculkan keadaan pengendalian sosial
yang harus dilakukan secara formal dan ditandai dengan pembentukan sistem dari
badan-badan khusus untuk hal itu dan diikuti dengan pembuatan norma-norma
teknisnya. Pengendalian sosial secara formal sangat diperlukan pada masyarakat
yang komplek dan heterogen. Sistim pengendalian sosial secara formal ini
dilakukan oleh negara dan pelaksanaannya menyediakan cara-cara paksaan, yaitu
dengan adanya sanksi-sanksi baik sanksi pidana, perdata, atau administrasi,
yang dibebankan kepada pelanggarnya.
Berkaitan
dengan perubahan sosial, terdapat dua fungsi hukum dalam masyarakat. Dua macam fungsi
yang berdampingan satu sama lain adalah: Fungsi hukum sebagai sarana
pengendaliansosial, dan Fungsi hukum untuk melakukan "social
engineering"
Sebagai
sarana pengendalian sosial, hukum menjalankan tugas untuk mempertahankan suatu
tertib atau pola kehidupan yang telah ada. Hukum sekedar menjaga agar setiap
orang menjalankan peranan sebagaimana yang telah ditentukan atau diharapkan.
Sebagai sarana social engineering yang bersifat lebih dinamis, hukum digunakan sebagai
sarana untuk melakukan perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Dalam hal ini,
hukum tidak sekedar meneguhkan pola-pola yang memang telah ada di dalam
masyarakat untuk menciptakan hal-hal atau hubungan-hubungan yang baru. Terdapat
perubahan-perubahan yang hendak dicapai misalnya dengan cara memanipulasi
keputusan-keputusan, dan lain-lain.
Fungsi
hukum sebagai sarana pengendalian sosial ini dijelaskan oleh Mathiu Deflem
dalam bukunya bahwa, "in modern sociology, the enforcement of law has been
addressed primarily in the context of the sociology of social control, which,
in recent years, has mostly become associated with crime and deviance rather
than sociology of law, As this chapter will reveal,
however the concept of social control was originally more expansive in meaning than its current usage in terms of crime and/or deviance, which from the sociological viewpoint has been more intimately connected to the sociology of law." Jadi, pengendalian sosial, tidak hanya dilakukan dengan penegakan hukum untuk kejahatan atau pelanggaran pidana saja, tetapi lebih luas dari itu.
however the concept of social control was originally more expansive in meaning than its current usage in terms of crime and/or deviance, which from the sociological viewpoint has been more intimately connected to the sociology of law." Jadi, pengendalian sosial, tidak hanya dilakukan dengan penegakan hukum untuk kejahatan atau pelanggaran pidana saja, tetapi lebih luas dari itu.
Myers
berpendapat bahwa ruang peradilan adalah miniatur dunia sosial yang bersifat human
relation. Hal tersebut berarti bahwa di ruang peradilan terjadi proses
saling mempengaruhi antara penegak hukum, yaitu antara hakim, jaksa, polisi,
pengacara, dan bahkan masyarakat. Ketika terjadi interaksi sosial, seperti yang
dilukiskan Baron & Byrne, maka perilaku dan penilaiannya dalam proses
peradilan dipengaruhi oleh sikap, kognisi dan emosinya. Menurut penulis, saling
mempengaruhi antara penegak hukum dengan masyarakat dapat mengakibatkan rasa
keadilan hanya terpenuhi pada satu sisi saja tetapi tidak memenuhi rasa
keadilan di sisi lainnya. Artinya dapat terjadi, salah satu pihak yang
bersengketa merasa bahwa keputusan pengadilan merupakan sesuatu yang adil, namun
pihak yang lainnya justru merasa keputusan tersebut tidak adil. Bagaimanakah
dengan rasa keadilan masyarakat yang bukan merupakan bagian dari pihak yang
bersengketa namun turut mengamati jalannya suatu kasus.
Lembaga
peradilan merupakan tempat untuk memperjuangkan hak para pencari keadilan.
Tetapi bila proses peradilan jauh dari rasa keadilan masyarakat, maka penegakan
hukum akan bergerak berlawanan ke arah degradasi hukum. Sehingga lembaga
peradilan akan mengalami krisis kepercayaan dalam menegakkan hukum yang peka
akan rasa keadilan masyarakat. Krisis kepercayaan terhadap lembaga peradilan
tampak lebih tinggi di masa sekarang ini. Terlihat dari banyaknya kelompok
sosial tertentu yang menggunakan internet sebagai bagian
dari upaya memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kelompok sosial yang menyebut dirinya sebagai facebookers, banyak bermunculan untuk mendukung atau bahkan menolak sesuatu dalam dunia maya demi rasa keadilan. Kelompok social merupakan kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan antar mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling pengaruh mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong menolong.
dari upaya memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kelompok sosial yang menyebut dirinya sebagai facebookers, banyak bermunculan untuk mendukung atau bahkan menolak sesuatu dalam dunia maya demi rasa keadilan. Kelompok social merupakan kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan antar mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling pengaruh mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong menolong.
Penulis
mengamati bahwa ternyata internet dapat menjalankan kontrol sosial, yaitu suatu
proses mempengaruhi orang-orang untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan
masyarakat. Kontrol sosial yang dilakukan melalui internet ini dapat
dispesifikasikan lagi dalam beberapa hal, misalnya melalui blog, web, atau
melalui jejaring sosial dalam internet seperti Friendster, Yahoo Messanger,
Nimbus, Facebook, dan lain sebagainya. Bahkan kecanggihan teknologi pada
internet tidak lagi sebatas mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku
sesuai dengan harapan masyarakat saja melainkan juga menyangkut perubahan-perubahan
yang dikehendaki. Sebagai sarana social engineering, internet
mampu menimbulkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku anggota-anggota
masyarakat.
Satjipto
Rahardjo dalam bukunya menulis bahwa beberapa variabel yang mendorong timbulnya
perubahan sosial, diantaranya adalah:
1.
Variabel
fisik, biologi dan demografi
2.
Variabel
teknologi
3.
Variabel
ideologi.
Selain
itu, Beliau juga menyatakan bahwa perubahan-perubahan sosial di Indonesia dapat dicari sumbernya
pada beberapa hal, seperti:
1.
Perubahan
struktural tata hidup kemasyarakatan dan kenegaraan.
2.
Pertumbuhan
penduduk yang tidak seimbang dengan fasilitas pelayanan hukum
3.
Perubahan
fundamental dalam asas kenegaraan dan hukum
Pelibatan
pada modernisasi, industrialisasi, dan masalah-masalah yang bertalian
dengannya.
b.
Penggunaan Teknologi Modern.
Membahas
hukum saat ini tidak dapat dilepaskan dari bidang lainnya. Dunia hukum yang
semula bersifat esoterik dan yang mengklaim sebagai suatu wilayah otonom, tidak
dapat dipertahankan lebih lama lagi. Sekarang, studi hukum tidak dapat lagi
dibatasi sebab hal tersebut berlawanan dengan dorongan untuk mengkaji hubungan
antara sistem hukum dengan tatanan-tatanan yang berada di luarnya.
Dalam
bukunya yang lain, Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa kajian sosial terhadap
hukum yang keluar dari lingkungan akademi dan menjadi metode yang menyebar luas
dalam masyarakat juga disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat. Dipandang dari segi sejarah, Satjipto Rahardjo menulis sejarah
perkembangan hukum sekitar abad 20 sebagai berikut :
"Kepuasan
dengan ilmu hukum yang ada, yang telah mampu menyusun bahan hukum ke dalam kodifikasi
dan penggunaan metode yang spesifik, mulai mengalami guncangan memasuki abad ke
dua puluh. Perubahan-perubahan dalam masyarakat menampilkan perkembanganbaru yang
menggugat masa kebebasan abad ke sembilan belas. Negara makin mempunyai peranan
penting dan melakukan campur tangan yang aktif. Struktur politik juga mengalami
perubahan besar. Para pekerja makin memainkan peranan penting dalam politik dan
dengan demikian memperluas demokrasi politik. Cara-cara penanganan hukum yang didominasi
oleh kepentingan kaum borjuis digugat oleh kelas pekerja yang sekarang menjadi
konstituen dalam panggung politik.Perubahan perubahan tersebut pada gillirannya
membuka mata yuris tentang terjadinya tekanan dan beban-beban permasalahan baru
yang harus dihadapi oleh sistem hukum dan oleh karena itu dibutuhkan suatu
peninjauan kembali terhadap hukum dan sekalian lembaganya. Hukum tidak dapat
mempertahankan lebih lama politik isolasinya dan menjadikan dirinya suatu
institusi yang steril."
Dari
penjelasan di atas, semakin jelaslah bahwa hukum sebagai sebuah disiplin ilmu
tidak dapat berdiri sendiri. Hukum juga membutuhkan bidang-bidang yang lain
untuk tercapainya tujuan dari hukum itu sendiri. Rasa keadilan masyarakat tidak
ditentukan oleh tegaknya hukum yang terisolasi dari bidang-bidang lainnya,
melainkan juga harus memperhatikan perkembangan dari masyarakat itu dan juga
memperhatikan perkembangan bidang-bidang keilmuan dan kehidupan lainnya.
Perubahan sosial dapat terjadi, salah satunya karena perkembangan teknologi.
Semakin tinggi perkembangan teknologi modern, maka masyarakat harus melakukan
adaptasi dan penyesuaian-penyesuaian sehingga teknologi itu dapat menjalankan
fungsi dengan semestinya di dalam masyarakat. Teknologi yang dimaksud tentunya
termasuk penggunaan internet yang kini mulai dekat dengan kehidupan sehari-hari
dalam masyarakat.
c.
Dukungan Facebookers Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat
Perubahan
sosial sebagai perubahan yang mempengaruhi sistem sosial masyarakat, (termasuk
di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perikelakuan di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat), ternyata dapat juga dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi komunikasi yang bernama internet. Masyarakat yang merasa
rasa keadilannya tidak terpenuhi menggunakan sarana-sarana lain untuk memenuhi
rasa keadilan mereka, antara lain melalui internet. Salah satu pihak dalam
beberapa kasus belakangan ini banyak yang mendapatkan dukungan facebookers
yang menggunakan internet dalam berinteraksi.
Kasus
kriminalisasi Bibit-Chandra yang berawal dari persiteruan antara KPK dengan
kepolisian merupakan salah satu contoh dukungan facebookers untuk
memenuhi rasa keadilan masyarakat. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dituding menerima suap dari pengusaha
Anggodo Widjojo.
Karena
diduga penuh dengan rekayasa, dukungan besar-besaran dari publik mengalir pada
dua pimpinan KPK itu. Salah satu dukungan datang darifacebookers. Dengan
judul 'Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit
Samad Riyanto,' 9 Desember 2009, Usman Yasin Full mengumpulkan dukungan bagi
dua pimpinan KPK itu.
Bahkan
dukungan facebookers terhadap Bibit-Chandra muncul hingga dua kali.
Dukungan kedua tersebut muncul ketika Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
menyatakan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang dikeluarkan oleh
kejaksaan atas permintaan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono tidak sah.
Pengadilan juga memerintahkan agar kasus Bibit-Chandra dilimpahkan ke pengadilan.
Putusan pengadilan ini dikeluarkan untuk menjawab gugatan SKPP yang diajukan
Anggodo Widjojo.
Gerakan
untuk mendukung Bibit-Chandra yang muncul untuk kedua kalinya ini dinamakan
'GERAKAN 1 JUTA FACEBOOKERS: Bebaskan Chandra-Bibit dari Penangkapan
KEDUA.'
Kasus lain
yang menggunakan internet dalam upaya memenuhi rasa keadilan dan ternyata
berpengaruh pada perubahan sosial adalah kasus yang menimpa Prita Mulyasari,
seorang ibu rumah tangga yang mengirimkan keluhannya dengan mengirimkan email
kepada 10 (sepuluh) orang temannya. Akibat keluhannya itu, Prita kemudian harus
dipidana dengan dasar Pasal 27 ayat 3 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Putusan
Pengadilan Tinggi Banten juga menghukum Prita berdasarkan gugatan perdata yang
diajukan pihak Rumah Sakit Omni Internasional, yaitu berupa denda Rp 204 juta.
Apa yang dialami Prita mendorong terbentuknya dukungan dalam jejaring sosial facebook,
yang lebih dikenal dengan facebookers, dengan membuat gerakan koin untuk
Prita.
Facebookers sebagai kelompok sosial juga mendukung tercapainya rasa
keadilan masyarakat dalam beberapa kasus lainnya, sebut saja kasus Susno Duaji,
ex-Kabareskrim yang mencoba membongkar kebobrokan di tubuh kepolisian, Kasus
Budiono dan Sri Mulyani terkait Bank Century dan juga Kasus Gayus terkait
makelar kasus pajak.
Apa yang
dilakukan facebookers dalam internet sepertinya menunjukkan bahwa hukum
sebagai sarana pengendalian sosial dan social engineering pada saat itu
sedang tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya dalam memenuhi rasa
keadilan masyarakat. Hakim dalam ruang peradilan sebagai miniatur dunia sosial
sudah tidak terlalu memperhatikan masyarakat dalam mengambil keputusan sehingga
sebagian masyarakat menggunakan caranya sendiri dalam memenuhi rasa keadilan.
Lalu
bagaimana masa depan hukum dalam menjalankan fungsi sebagai sarana pengendalian
sosial dan social engineering? Hukum seharusnya berkembang mengikuti
perkembangan dan perubahan masyarakat. Ilmu hukum diberikan tugas untuk
mengawal hukum yang terus mengalami perkembangan di tengah arus perubahan
sosial sampai dengan hari ini. Hukum akan terus menerus dihadapkan kepada
perubahan-perubahan yang tidak melepaskan diri terhadap medan ilmu yang selalu
bergeser. Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan
mengikuti perubahan sosial, maka hukum menjadi sesuatu yang berkualitas serta
dapat terus menerus berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial dan social
engineering dengan tetap memenuhi rasa keadilan masyarakat. Hukum tidak
harus merasa tergeser oleh bidang-bidang lain, melainkan terus berhubungan
dengan bidang-bidang tersebut. Hukum merupakan suatu produk hubungan-hubungan
dan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan yang di dalam
proses penciptaan dan perkembangannya ditentukan oleh sejumlah aspek hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan tersebut.
proses penciptaan dan perkembangannya ditentukan oleh sejumlah aspek hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan tersebut.
Begitu
juga dalam bidang sains dan teknologi. Hukum tidak dapat mengabaikan dan
menutup diri terhadap perubahan fundamental yang terjadi dalam dunia sains.
Pada kenyataan yang sangat sederhana sistem masyarakat yang terus menerus
mengalami perubahan tentu akan sangat mempengaruhi terhadap perjalanan dunia
keilmuan. Dengan demikian, bila tidak ingin melihat hukum itu berjalan
tertatih-tatih mengikuti kenyataan, sudah semestinya memahami hukum menjadi
bagian kesatuan utuh dalam perkembangan revolusi sains.
Tujuan
dari penegakkan hukum yaitu ingin mencapai kemanfaatan dan keadilan seringkali
dikesampingkan hanya dengan alasan untuk menggapai kepastian hukum. Namun,
apakah harus selalu mengedepankan kepastian hukum tetapi di sisi lain
nilai-nilai kemanusiaan dan sendi-sendi keadilan tidak tersentuh sedikitpun?
Perilaku sosial yang terjadi dalam peradilan terkadang berjalan dengan
benturan-benturan serta ketegangan-ketegangan, dikarenakan karakteristik perilaku
sosial dominan berorientasi pada tujuan kepastian hukum. Dalam hal ini,
karakteristik itu didasarkan pada harapan dan minat terhadap pencapaian
keadilan prosedural. Orientasi yang demikian membuat perilaku penegak hukum
tidak mendasarkan diri pada pengertian hubungan sosial yang diharapkan oleh pihak-pihak
lain. Pihak lain disini adalah representasi yang mengharapkan perilaku sosial
penegak hukum dapat berorientasi pada nilai keadilan, yaitu keadilan
substantif.
Bekerjanya
hukum di dalam lembaga peradilan tidak terlepas dari karakteristik penegak
hukum yang menggunakan cara-cara konvensional dapat dilihat dari kerja penegak
hukum yang menggunakan cara-cara formalistik-konvensional terkesan memaksakan peraturan
dalam penerapan. Maka seyogyanya juga, hukum bekerja dengan cara-cara yang
lebih progresif untuk meraih keadilan yang substantif.
Beberapa
kasus yang menarik facebookers untuk menggeliat di dunia maya juga
menunjukkan bahwa adakalanya putusan hakim tidak dijiwai oleh tiga nilai dasar
yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Padahal setiap putusan hakim
idealnya harus dijiwai ketiga nilai tersebut.
Begitu
dimengerti dan dipahaminya hal tersebut secara teoretis sehingga diserap dalam
pengertian the rule of law yang disimpulkan oleh Berta Esperanza
Hernandez-Truyol sebagai sesuatu yang ideal tentang hukum, keadilan dan
moralitas, dengan mempertimbangkan apa yang sebaiknya dan yang tidak sebaiknya
dalam hukum, norma, aturan, prosedur, sistem, dan struktur.
Menurut
Lawrence M. Friedman, kata rule mempunyai banyak arti, secara umum, kata
rule digunakan untuk menjelaskan dua hal yaitu (i) pernyataan sesuatu
yang nyata; (ii) pernyataan sesuatu hal yang merupakan akibat dari keberadaan
sesuatu yang nyata tersebut didalam beberapa standar kaidah atau didalam sistim
pengawasan pemerintahan. Friedman juga sependapat dengan Roscoe Pound, dimana rule
diartikan sebagai sebuah ajaran hukum yang meletakkan secara terperinci akibat
hukum tertentu kepada pernyataan tertentu dari sesuatu yang nyata.
Demikianlah,
putusan hakim harus mencerminkan sifat responsif terhadap kenyataan yang tumbuh
dalam masyarakat serta diambil dengan mempertimbangkan banyak hal.
d.
Kesimpulan
Perkembangan
teknologi komunikasi yang telah sedemikian modern banyak berpengaruh pada
perubahan sosial masyarakat. Rasa keadilan masyarakat yang seharusnya menjadi
tujuan hukum (sebagai sarana perubahan sosial) juga bahkan tidak bisa
dilepaskan dari pengaruh perkembangan teknologi ini. Kelompok sosial yang
tergabung dalam situs jejaring sosial facebookers pun menggunakan
teknologi internet sebagai upaya untuk mewujudkan rasa keadilan masyarakat.
Cara tersebut banyak digunakan oleh facebookers, beberapa diantaranyakarena
sebagian anggota masyarakat tidak puas dengan putusan pengadilan yang dianggap
menciderai rasa keadilan masyarakat. Untuk itu, hukum yang tidak bisa
dipisahkan dari banyak bidang keilmuan, bidang kehidupan dan perkembangan
masyarakat terus menerus memperhatikan segala sektor untuk memenuhi rasa
keadilan masyarakat. Hukum seharusnya berkembang mengikuti perkembangan dan perubahan
masyarakat. Ilmu hukum diberikan tugas untuk mengawal hukum yang terus mengalami
perkembangan di tengah arus perubahan sosial sampai dengan hari ini. Hukum akan
terus menerus dihadapkan kepada perubahan-perubahan yang tidak melepaskan diri
terhadap medan ilmu yang selalu bergeser. Dari penjelasan tersebut di atas
semakin jelas bahwa dengan mengikuti perubahan sosial, maka hukum menjadi
sesuatu yang berkualitas serta dapat terus menerus berfungsi sebagai sarana
pengendalian sosial dan social engineering dengan tetap memenuhi rasa
keadilan masyarakat. Hukum tidak harus merasa tergeser oleh bidang-bidang lain,
melainkan terus berhubungan dengan bidang-bidang tersebut. Hukum merupakan
suatu produk hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan yang
di dalam proses penciptaan dan perkembangannya ditentukan oleh sejumlah aspek
hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan tersebut.
Semoga dengan karya
ilmiyah ini kami bisa menggugah semua kalangan akan tertarik dengan
internet dan dapat menggunakan internet dengan baik dan bijak, demi kemajuan
bangsa, Negara dan agama. Serta lebih kusus lagi bisa menjadikan kita aktif
dalam mendukung peran kita berbangsa dan bernegara, agar tercapai Negara yang
adil dan makmur. Dan apabila dalam penulisan karya ilmiyah ini menurut anda,
ada yang kurang atau lebih dalam segi isi, pengejaan kata-kata dan lain-lain,
dapat mengirimkan kritik dan saran kepihak yang bersangkutan.
PENUTUP III
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Soekanto,
Soerjono. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. (Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2009).
Rahardjo,
Satjipto. Hukum dan Perubahan Sosial Suatu Tinjauan Teoretis Serta
Pengalaman-Pengalaman di Indonesia, (Jogjakarta; Genta Publishing, 2009).
Locke,
John. The Second Treatise of Government, dalam Satya Arinanto, Politik
Hukum 1, (Jakarta: Progam Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2001).
Vago,
Steven. Law and Society, dalam Winarno Yudho, Sosiologi Hukum, (Jakarta:
Progam Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia).
Rahardjo,
Satjipto. Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum,
(Jogjakarta:Genta Publishing, 2010).
Deflem,
Mathieu. Sociology of Law Visions of a Scholar Tradition, (United
Kingdom:Cambridge University Press, 2008.
Helmi,
Avin Fadilla. "Aspek Psikologi Penuntut Umum Dalam Proses Peradilan
Pidana," dalam Faisal, SH, MH, Menerobos Positivisme Hukum, (Jogjakarta:
Rangkang Education, 2010).
Faisal. Menerobos
Positivisme Hukum, (Jogjakarta: Rangkang Education, 2010).
Rahardjo,
Satjipto. Membangun dan Merombak Hukum Indonenesia, Sebuah Pendekatan Lintas
Disiplin, (Jogjakarta: Genta Publishing, 2009).
Rahardjo,
Satjipto. Sosiologi Hukum Perkembangan Metode d an Pilihan Masalah,
(Surakarta:Muhammadiyah University Press, 2002).
Rahardjo, Satjipto. Lapisan-Lapisan Dalam Studi
Hukum dalam Faisal, SH, MH, Menerobos Positivisme Hukum, (Jogjakarta:Rangkang
Education, 2010).