MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 32
TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN
BANTUAN SOSIAL
YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang
|
:
|
a. bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 129 dan Pasal 130 Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Menteri Dalam Negeri
berwenang melakukan pembinaan pengelolaan keuangan daerah;
b. bahwa
dalam rangka pembinaan terhadap
pengelolaan
hibah dan bantuan sosial agar tercipta tertib administrasi, akuntabilitas dan transparansi pengelolaan hibah dan
bantuan sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, perlu disusun pedoman kepada pemerintah daerah;
|
|
|
c. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
|
Mengingat
|
:
|
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298);
|
|
|
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
|
|
|
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
|
|
|
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4456);
8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
9. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
|
|
|
10. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
|
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5165);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan
Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202);
16. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011 tentang Perubahan kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 310).
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.
Pemerintah Daerah
adalah Gubernur, Bupati dan Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
2.
Kepala Daerah adalah
Gubernur bagi daerah provinsi atau Bupati bagi daerah kabupaten dan/atau
Walikota bagi daerah kota.
3.
Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD atau sebutan lain adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4.
Keuangan Daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
5.
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah.
6.
Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola
keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan
bertindak sebagai bendahara umum daerah.
7.
Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah perangkat
daerah pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan pengelolaan APBD.
8.
Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada
pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang.
9.
Tim Anggaran Pemerintah
Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yang dibentuk dengan
keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai
tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka
penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah, PPKD dan
pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan.
10. Rencana Kerja dan Anggaran PPKD yang selanjutnya disingkat RKA-PPKD adalah
rencana kerja dan anggaran badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan selaku
Bendahara Umum Daerah.
11. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah
dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program, kegiatan dan anggaran
SKPD.
12. Dokumen Pelaksanaan Anggaran PPKD yang selanjutnya disingkat DPA-PPKD
merupakan dokumen pelaksanaan anggaran badan/dinas/biro keuangan/bagian
keuangan selaku Bendahara Umum Daerah.
13. Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD
merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD yang digunakan
sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran.
14. Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada
pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan
organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya,
bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang
bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
15. Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah
daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya
tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari
kemungkinan terjadinya resiko sosial.
16. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan
potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga,
kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi,
krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan
belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam
kondisi wajar.
17. Naskah Perjanjian Hibah Daerah selanjutnya disingkat NPHD adalah naskah
perjanjian hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
antara pemerintah daerah dengan penerima hibah.
18. Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
termasuk organisasi non pemerintahan yang bersifat nasional dibentuk
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
19. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta
monitoring dan evaluasi pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari
APBD.
Pasal 3
(1)
Hibah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat berupa uang, barang, atau jasa.
(2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dapat berupa uang atau barang.
BAB III
HIBAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1)
Pemerintah daerah dapat memberikan hibah sesuai kemampuan keuangan daerah.
(2)
Pemberian hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan
belanja urusan wajib.
(3) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditujukan untuk
menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas
keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
(4) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria paling sedikit:
a.
peruntukannya secara spesifik telah
ditetapkan;
b.
tidak wajib, tidak mengikat dan tidak
terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan;
dan
c.
memenuhi persyaratan penerima hibah.
Pasal 5
Hibah dapat diberikan
kepada:
a.
pemerintah;
b.
pemerintah daerah lainnya;
c.
perusahaan daerah;
d.
masyarakat; dan/atau
e.
organisasi kemasyarakatan.
Pasal 6
(1)
Hibah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf a diberikan kepada satuan kerja dari kementerian/lembaga pemerintah
non kementerian yang wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan.
(2)
Hibah kepada pemerintah daerah lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf b diberikan kepada daerah otonom baru hasil pemekaran daerah sebagaimana diamanatkan
peraturan perundang-undangan.
(3)
Hibah kepada perusahaan daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf c diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka penerusan hibah yang diterima
pemerintah daerah dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4)
Hibah kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diberikan kepada kelompok orang yang
memiliki kegiatan tertentu dalam bidang perekonomian, pendidikan,
kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan keolahragaan non-profesional.
(5)
Hibah kepada organisasi
kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e diberikan kepada
organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 7
(1) Hibah kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) diberikan
dengan persyaratan paling sedikit:
a.
memiliki kepengurusan
yang jelas; dan
b.
berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan.
(2)
Hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (5) diberikan dengan persyaratan paling sedikit:
a.
telah terdaftar pada pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya 3 tahun, kecuali ditentukan lain
oleh peraturan perundang-undangan;
b.
berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan; dan
c.
memiliki sekretariat tetap.
Bagian
Kedua
Penganggaran
Pasal 8
(1) Pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan
daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dapat menyampaikan usulan hibah secara tertulis
kepada kepala daerah.
(2) Kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada
kepala daerah melalui TAPD.
(4)
TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan
keuangan daerah.
Pasal 9
(1)
Rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan
ayat (4) menjadi
dasar pencantuman alokasi anggaran hibah dalam rancangan KUA dan PPAS.
(2)
Pencantuman alokasi anggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi anggaran hibah berupa uang, barang,
dan/atau jasa.
Pasal 10
(1)
Hibah berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD.
(2)
Hibah berupa barang atau jasa dicantumkan dalam RKA-SKPD.
(3)
RKA-PPKD dan RKA-SKPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi dasar penganggaran hibah dalam APBD sesuai peraturan
perundang-undangan.
Pasal 11
(1) Hibah berupa uang dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung,
jenis belanja hibah, obyek, dan rincian obyek belanja berkenaan pada PPKD.
(2) Hibah berupa barang atau jasa dianggarkan dalam
kelompok belanja langsung yang diformulasikan kedalam program dan kegiatan,
yang diuraikan kedalam jenis belanja barang dan jasa, obyek belanja hibah
barang dan jasa berkenaan kepada pihak ketiga/masyarakat, dan rincian obyek belanja hibah barang atau jasa kepada
pihak ketiga/masyarakat berkenaan pada
SKPD.
(3) Rincian
obyek belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicantumkan
nama penerima dan besaran hibah.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan dan
Penatausahaan
Pasal 12
(1) Pelaksanaan anggaran hibah berupa uang berdasarkan
atas DPA-PPKD.
(2) Pelaksanaan anggaran hibah berupa barang atau jasa berdasarkan atas DPA-SKPD.
Pasal 13
(1) Setiap
pemberian hibah dituangkan dalam NPHD yang
ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan penerima hibah.
(2) NPHD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan mengenai:
a. pemberi dan penerima hibah;
b. tujuan pemberian hibah;
c. besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima;
d. hak dan kewajiban;
e. tata cara penyaluran/penyerahan
hibah; dan
f.
tata cara pelaporan hibah.
(3) Kepala daerah dapat menunjuk pejabat yang diberi
wewenang untuk menandatangani NPHD.
Pasal 14
(1) Kepala daerah menetapkan daftar penerima hibah
beserta besaran uang atau jenis barang atau jasa yang akan dihibahkan dengan
keputusan kepala daerah berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
(2) Daftar penerima
hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyaluran/penyerahan hibah.
(3) Penyaluran/penyerahan hibah dari pemerintah
daerah kepada penerima hibah dilakukan setelah penandatanganan NPHD.
(4) Pencairan hibah
dalam bentuk uang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
Pasal 15
Pengadaan barang dan jasa dalam rangka
hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pelaporan dan
Pertanggungjawaban
Pasal
16
(1) Penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan
penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan
SKPD terkait.
(2) Penerima hibah berupa barang atau jasa menyampaikan
laporan penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait.
Pasal 17
(1)
Hibah berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja hibah pada PPKD dalam tahun anggaran berkenaan.
(2)
Hibah berupa barang atau jasa dicatat sebagai realisasi obyek belanja hibah pada jenis belanja barang
dan jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD terkait.
Pasal
18
Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian hibah
meliputi:
a. usulan dari calon penerima hibah
kepada kepala daerah;
b. keputusan kepala daerah tentang penetapan daftar
penerima hibah;
c. NPHD;
d. pakta integritas
dari penerima hibah yang menyatakan bahwa hibah yang diterima akan digunakan
sesuai dengan NPHD; dan
e. bukti transfer uang atas
pemberian hibah berupa uang atau bukti serah terima barang/jasa atas pemberian
hibah berupa barang/jasa.
Pasal 19
(1) Penerima hibah bertanggungjawab
secara formal dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya.
(2) Pertanggungjawaban
penerima hibah meliputi:
a. laporan penggunaan
hibah;
b. surat pernyataan
tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai
NPHD; dan
c. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai
peraturan perundang-undangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah
terima barang/jasa bagi penerima hibah berupa barang/jasa.
(3) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b disampaikan kepada kepala daerah paling lambat tanggal 10
bulan Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai
peraturan perundang-undangan.
(4)
Pertanggungjawaban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disimpan dan dipergunakan oleh penerima hibah selaku obyek pemeriksaan.
Pasal
20
(1)
Realisasi hibah dicantumkan pada
laporan keuangan pemerintah daerah dalam tahun anggaran berkenaan.
(2)
Hibah berupa barang yang
belum diserahkan kepada penerima hibah sampai dengan
akhir tahun anggaran berkenaan
dilaporkan sebagai persediaan dalam neraca.
Pasal 21
(1)
Realisasi hibah berupa barang dan/atau jasa dikonversikan sesuai standar
akuntansi pemerintahan pada laporan realisasi anggaran dan diungkapkan pada
catatan atas laporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah
daerah.
(2) Format konversi dan pengungkapan hibah berupa barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum pada lampiran Peraturan Menteri ini.
BAB IV
BANTUAN
SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 22
(1) Pemerintah daerah
dapat memberikan bantuan
sosial kepada
anggota/kelompok masyarakat sesuai kemampuan
keuangan daerah.
(2)
Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dengan memperhatikan asas keadilan,
kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.
Pasal 23
Anggota/kelompok masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) meliputi:
a.
individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil
sebagai akibat dari krisis sosial,
ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum;
b.
lembaga non
pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk
melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya
resiko sosial.
Pasal 24
(1) Pemberian
bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) memenuhi kriteria
paling sedikit:
a.
selektif;
b.
memenuhi persyaratan penerima bantuan;
c.
bersifat sementara dan tidak terus
menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan;
d.
sesuai tujuan penggunaan.
(2) Kriteria selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diartikan bahwa bantuan sosial hanya
diberikan kepada calon penerima yang ditujukan untuk melindungi dari
kemungkinan resiko sosial.
(3) Kriteria persyaratan penerima bantuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. memiliki identitas yang jelas;
dan
b. berdomisili dalam wilayah administratif pemerintahan daerah berkenaan.
(4) Kriteria
bersifat sementara dan tidak terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c
diartikan bahwa pemberian bantuan sosial tidak wajib dan tidak harus
diberikan setiap tahun anggaran.
(5) Keadaan
tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diartikan bahwa bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai
penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial.
(6) Kriteria
sesuai tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
bahwa tujuan pemberian bantuan sosial meliputi:
a. rehabilitasi sosial;
b. perlindungan sosial;
c. pemberdayaan sosial;
d. jaminan sosial;
e. penanggulangan kemiskinan; dan
f. penanggulangan bencana.
Pasal 25
(1) Rehabilitasi
sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf a ditujukan untuk memulihkan
dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar
dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
(2) Perlindungan
sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf b ditujukan untuk
mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang,
keluarga, kelompok masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai
dengan kebutuhan dasar minimal.
(3) Pemberdayaan
sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf c ditujukan untuk
menjadikan seseorang atau kelompok masyarakat yang mengalami masalah sosial
mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
(4) Jaminan
sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf d merupakan skema
yang melembaga untuk menjamin penerima bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak.
(5) Penanggulangan
kemiskinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf e merupakan
kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga,
kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian
dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.
(6)
Penanggulangan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf f merupakan serangkaian upaya yang
ditujukan untuk rehabilitasi.
Pasal 26
(1)
Bantuan
sosial dapat berupa uang atau barang yang diterima langsung oleh penerima
bantuan sosial.
(2)
Bantuan sosial
berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah uang yang diberikan
secara langsung kepada penerima seperti beasiswa bagi anak miskin, yayasan
pengelola yatim piatu, nelayan miskin, masyarakat lanjut usia, terlantar, cacat berat
dan tunjangan kesehatan putra putri pahlawan yang tidak mampu.
(3)
Bantuan
sosial berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah barang yang
diberikan secara langsung kepada penerima seperti bantuan kendaraan operasional
untuk sekolah luar biasa swasta dan masyarakat tidak mampu, bantuan perahu
untuk nelayan miskin, bantuan makanan/pakaian kepada yatim piatu/tuna sosial,
ternak bagi kelompok masyarakat kurang mampu.
Bagian Kedua
Penganggaran
Pasal 27
(1)
Anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis kepada
kepala daerah.
(2)
Kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3)
Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada
kepala daerah melalui TAPD.
(4) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan
daerah.
Pasal 28
(1)
Rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan ayat (4) menjadi
dasar pencantuman alokasi anggaran bantuan sosial dalam rancangan KUA dan PPAS.
(2)
Pencantuman alokasi anggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), meliputi anggaran bantuan sosial berupa uang
dan/atau barang.
Pasal 29
(1)
Bantuan sosial berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD.
(2)
Bantuan sosial berupa barang dicantumkan dalam RKA-SKPD.
(3)
RKA-PPKD dan RKA-SKPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi dasar penganggaran bantuan sosial dalam APBD sesuai
peraturan perundang-undangan.
Pasal 30
(1)
Bantuan sosial berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)
dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja bantuan
sosial, obyek, dan rincian obyek belanja berkenaan pada PPKD.
(2) Bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang
diformulasikan kedalam program dan kegiatan, yang diuraikan kedalam jenis
belanja barang dan jasa, obyek belanja bantuan sosial barang berkenaan yang
akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat, dan rincian obyek belanja bantuan sosial barang yang
akan diserahkan pihak ketiga/masyarakat
berkenaan pada SKPD.
(3) Dalam
rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dicantumkan nama penerima dan besaran bantuan sosial.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan
dan Penatausahaan
Pasal 31
(1)
Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa uang berdasarkan atas DPA-PPKD.
(2)
Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa barang berdasarkan atas DPA-SKPD.
Pasal 32
(1)
Kepala daerah
menetapkan daftar penerima dan besaran bantuan sosial dengan keputusan kepala
daerah berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
(2) Penyaluran/penyerahan
bantuan sosial didasarkan pada daftar penerima bantuan sosial yang tercantum
dalam keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pencairan bantuan sosial
berupa uang dilakukan dengan cara pembayaran langsung (LS).
(4)
Dalam hal bantuan sosial berupa uang dengan nilai sampai dengan Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
pencairannya dapat dilakukan melalui mekanisme tambah uang (TU).
(5)
Penyaluran dana bantuan sosial kepada penerima bantuan sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan kuitansi bukti penerimaan
uang bantuan sosial.
Pasal 33
Pengadaan barang
dan jasa dalam rangka bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2) berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pelaporan dan
Pertanggungjawaban
Pasal 34
(1)
Penerima bantuan sosial
berupa uang menyampaikan laporan penggunaan bantuan sosial kepada
kepala daerah
melalui PPKD dengan tembusan kepada SKPD terkait.
(2)
Penerima bantuan
sosial berupa barang menyampaikan laporan penggunaan bantuan
sosial kepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait.
Pasal 35
(1)
Bantuan sosial berupa uang dicatat
sebagai realisasi jenis belanja bantuan sosial pada PPKD dalam
tahun anggaran berkenaan.
(2) Bantuan
sosial berupa barang dicatat sebagai realisasi obyek belanja bantuan sosial pada jenis belanja barang dan jasa
dalam program dan kegiatan pada SKPD terkait.
Pasal
36
Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian bantuan sosial meliputi:
a.
usulan dari calon penerima bantuan sosial kepada kepala daerah;
b.
keputusan
kepala daerah tentang penetapan daftar penerima bantuan sosial;
c.
pakta integritas dari penerima bantuan sosial yang menyatakan
bahwa bantuan sosial yang diterima akan digunakan sesuai dengan usulan; dan
d.
bukti transfer/penyerahan uang atas pemberian
bantuan sosial berupa uang atau bukti serah terima barang atas pemberian bantuan sosial berupa barang.
Pasal 37
(1) Penerima bantuan sosial
bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan bantuan sosial yang
diterimanya.
(2) Pertanggungjawaban penerima bantuan sosial meliputi:
a. laporan penggunaan
bantuan sosial oleh penerima bantuan sosial;
b. surat pernyataan
tanggungjawab yang menyatakan bahwa bantuan sosial yang diterima telah digunakan
sesuai dengan usulan; dan
c. bukti-bukti
pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi penerima bantuan sosial berupa uang atau salinan
bukti serah terima barang bagi penerima bantuan sosial berupa barang.
(3) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dan huruf b disampaikan kepada kepala daerah paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun
anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan
perundang-undangan.
(4)
Pertanggungjawaban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disimpan dan dipergunakan oleh penerima bantuan sosial selaku obyek pemeriksaan.
Pasal
38
(1)
Realisasi bantuan sosial dicantumkan pada laporan keuangan
pemerintah daerah dalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Bantuan
sosial berupa barang yang
belum diserahkan kepada penerima bantuan sosial sampai dengan akhir tahun anggaran berkenaan dilaporkan sebagai persediaan dalam neraca.
Pasal 39
(1)
Realisasi bantuan sosial berupa
barang dikonversikan sesuai standar akuntansi pemerintahan pada laporan realisasi anggaran dan diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
(2)
Format konversi dan pengungkapan bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum pada lampiran Peraturan Menteri ini.
BAB V
MONITORING DAN
EVALUASI
Pasal 40
(1)
SKPD terkait melakukan monitoring dan
evaluasi atas pemberian hibah dan bantuan sosial.
(2)
Hasil monitoring dan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala daerah dengan tembusan
kepada SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan.
Pasal 41
Dalam
hal hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2)
terdapat penggunaan hibah atau bantuan sosial yang tidak sesuai dengan usulan
yang telah disetujui, penerima hibah atau bantuan sosial yang bersangkutan
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
LAIN-LAIN
Pasal 42
(1) Tata
cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan
pelaporan serta monitoring dan evaluasi hibah dan bantuan sosial diatur lebih
lanjut dengan peraturan kepala daerah.
(2) Pemerintah daerah yang telah menetapkan peraturan kepala daerah yang mengatur pengelolaan pemberian hibah dan bantuan sosial sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 31 Desember 2011.
(3) Pemerintah
daerah dapat menganggarkan hibah dan bantuan sosial apabila telah menetapkan
peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
Dengan berlakunya
Peraturan Menteri ini:
a. Pemberian
hibah dan bantuan sosial untuk tahun anggaran 2011 tetap dapat dilaksanakan
sepanjang telah dianggarkan
dalam APBD/Perubahan APBD tahun
anggaran 2011.
b. Penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta
monitoring dan evaluasi pemberian hibah
dan bantuan sosial mulai tahun anggaran 2012 berpedoman pada Peraturan Menteri
ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Peraturan Menteri
ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27
Juli 2011
MENTERI DALAM
NEGERI,
ttd
GAMAWAN FAUZI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
28 Juli 2011
MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR
450
Salinan sesuai dengan aslinya
Plt. KEPALA BIRO HUKUM
ZUDAN ARIF FAKRULLOH
Pembina (IV/a)
NIP.
19690824 199903 1 001
FORMAT
KONVERSI DAN PENGUNGKAPAN HIBAH BERUPA BARANG DAN/ATAU JASA
SERTA BANTUAN SOSIAL BERUPA
BARANG
I.
FORMAT
LAPORAN REALISASI ANGGARAN SKPD:
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA ……
SKPD ………………
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN
31 DESEMBER….
(Dalam Rupiah)
Nomor Urut
|
Uraian
|
Anggaran
Setelah
Perubahan
|
Realisasi
|
Lebih (Kurang)
|
1
|
Pendapatan
|
|
|
|
1.1
|
Pendapatan Asli Daerah
|
|
|
|
1.1.1
|
Pendapatan pajak daerah
|
|
|
|
1.1.2
|
Pendapatan retribusi daerah
|
|
|
|
1.1.3
|
Pendapatan hasil pengelolaan
Kekayaan daerah yang
Dipisahkan
|
|
|
|
1.1.4
|
Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang Sah
|
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
2
|
Belanja
|
|
|
|
2.1
|
Belanja Tidak Langsung
|
|
|
|
2.1.1
|
Belanja Pegawai
|
|
|
|
2.2
|
Belanja Langsung
|
|
|
|
2.2.1
|
Belanja Pegawai
|
|
|
|
2.2.2
|
Belanja Barang dan Jasa
|
|
|
|
|
- Hibah
barang/jasa yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat
- Bantuan sosial
barang yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat
- Barang/jasa
selain hibah dan bantuan sosial
|
|
|
|
2.2.3
|
Belanja Modal
|
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
|
Surplus /
(Defisit)
|
|
|
|
II.
FORMAT
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PPKD:
PEMERINTAH
PROVINSI/KABUPATEN/KOTA ……
LAPORAN REALISASI
ANGGARAN PPKD
UNTUK TAHUN YANG
BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER….
(Dalam
Rupiah)
No
Urut
|
Uraian
|
Anggaran
Setelah
Perubahan
|
Realisasi
|
Lebih (Kurang)
|
1
|
Pendapatan
|
|
|
|
1.2
|
Dana Perimbangan
|
|
|
|
1.2.1
|
Dana Bagi Hasil
|
|
|
|
1.2.1.1
|
Dana Bagi Hasil Pajak
|
|
|
|
1.2.1.2
|
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/
Sumber Daya Alam
|
|
|
|
1.2.2
|
Dana Alokasi Umum
|
|
|
|
1.2.3
|
Dana Alokasi Khusus
|
|
|
|
1.3
|
Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah
|
|
|
|
1.3.1
|
Pendapatan Hibah
|
|
|
|
1.3.2
|
Dana Darurat
|
|
|
|
1.3.3
|
Dana Bagi Hasil Pajak
dariProvinsi
dan Pemerintah Daerah Lainnya
|
|
|
|
1.3.4
|
Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus
|
|
|
|
1.3.5
|
Bantuan Keuangan dari Provinsi
atau Pemerintah Daerah lainnya
|
|
|
|
|
Jumlah Pendapatan
|
|
|
|
2
|
Belanja
|
|
|
|
2.1
|
Belanja Tidak
Langsung
|
|
|
|
2.1.1
|
Belanja Pegawai
|
|
|
|
2.1.2
|
Belanja Bunga
|
|
|
|
2.1.3
|
Belanja subsidi
|
|
|
|
2.1.4
|
Belanja Hibah
|
|
|
|
2.1.5
|
Belanja Bantuan Sosial
|
|
|
|
2.1.6
|
Belanja Bagi Hasil
|
|
|
|
2.1.7
|
Belanja Bantuan Keuangan
|
|
|
|
2.1.8
|
Belanja Tidak Terduga
|
|
|
|
2.2.3
|
Belanja Modal
|
|
|
|
|
Jumlah Belanja
|
|
|
|
|
SURPLUS/(DEFISIT)
|
|
|
|
3.
|
Pembiayaan
Daerah
|
|
|
|
3.1
|
Penerimaan Pembiayaan Daerah
|
|
|
|
3.1.1
|
Penggunaan SiLPA
|
|
|
|
3.1.2
|
Pencairan Dana Cadangan
|
|
|
|
3.1.3
|
Hasil Penjualan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
|
|
|
|
3.1.4
|
Penerimaan
Pinjaman Daerah
|
|
|
|
3.1.5
|
Penerimaan Kembali Pemberian
Pinjaman
|
|
|
|
3.1.6
|
Penerimaan Piutang Daerah
|
|
|
|
|
Jumlah Penerimaan
|
|
|
|
3.2
|
Pengeluaran Pembiayaan Daerah
|
|
|
|
3.2.1
|
Pembentukan Dana Cadangan
|
|
|
|
3.2.2
|
Penyertaan Modal (Investasi)
Pemerintah Daerah
|
|
|
|
3.2.3
|
Pembayaran Pokok Utang
|
|
|
|
3.2.4
|
Pemberian Pinjaman Daerah
|
|
|
|
|
Jumlah
Pengeluaran
|
|
|
|
|
Pembiayaan Neto
|
|
|
|
3.3
|
Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SILPA)
|
|
|
|
III.
FORMAT
KONSOLIDASI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH
A.
KONSOLIDASI
LAPORAN REALISASI ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
No
|
Uraian
|
SATKER 1
|
SATKER 2
|
PPKD
|
Gabungan
|
1
|
Pendapatan
|
|
|
|
|
2
|
Pendapatan Asli
Daerah
|
|
|
|
|
3
|
Pendapatan pajak daerah
|
xxx
|
xxx
|
|
Xxx
|
4
|
Pendapatan retribusi daerah
|
xxx
|
xxx
|
|
Xxx
|
5
|
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
|
xxx
|
xxx
|
|
Xxx
|
6
|
Lain-lain PAD yang sah
|
xxx
|
xxx
|
|
Xxx
|
7
|
Jumlah
Pendapatan Asli Daerah
|
xxx
|
xxx
|
|
Xxx
|
8
|
Dana perimbangan
|
|
|
xxx
|
Xxx
|
9
|
Lain-lain
pendapatan yang sah
|
|
|
xxx
|
Xxx
|
10
|
Jumlah pendapatan
|
xxx
|
xxx
|
xxx
|
Xxx
|
11
|
Belanja
|
|
|
|
|
12
|
Belanja Tidak
Langsung
|
xxx
|
xxx
|
xxx
|
Xxx
|
12.1
|
Belanja Pegawai
|
xxx
|
xxx
|
xxx
|
Xxx
|
12.3
|
Bunga
|
|
|
xxx
|
Xxx
|
12.4
|
Subsidi
|
|
|
xxx
|
Xxx
|
12.5
|
Hibah
|
|
|
xxx
|
Xxx
|
12.6
|
Bantuan Sosial
|
|
|
xxx
|
Xxx
|
13
|
Belanja Langsung
|
xxx
|
xxx
|
|
Xxx
|
|
Belanja pegawai
|
xxx
|
xxx
|
|
Xxx
|
|
Belanja Barang
dan Jasa
1) Hibah
barang/jasa yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat
2) Bantuan sosial
barang yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat
3) Barang/jasa
selain hibah dan bantuan sosial
|
xxx
xx
xx
xx
|
xxx
xx
xx
xx
|
|
Xxx
xx
xx
|
|
Belanja modal
|
xxx
|
xxx
|
|
Xxx
|
14
|
Jumlah belanja
|
xxx
|
xxx
|
xxx
|
Xxx
|
15
|
Surplus / defisit
|
xxx
|
xxx
|
xxx
|
Xxx
|
16
|
Pembiayaan
daerah
|
|
|
|
|
17
|
Penerimaan
pembiayaan
|
|
|
xxx
|
Xxx
|
18
|
Pengeluaran
pembiayaan
|
|
|
xxx
|
Xxx
|
19
|
Pembiayaan neto
|
|
|
xxx
|
Xxx
|
20
|
Sisa lebih
pembiayaan tahun berkenaan ( SILPA )
|
|
|
xxx
|
Xxx
|
B.
KONVERSI
HIBAH BARANG DAN/ATAU JASA SERTA BANTUAN SOSIAL BERUPA BARANG DALAM LAPORAN
REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH
No
|
Uraian
|
Gabungan
|
|
Uraian
|
Pemda
|
1
|
Pendapatan
|
|
|
Pendapatan
|
|
2
|
Pendapatan Asli
Daerah
|
|
|
Pendapatan Asli
Daerah
|
|
3
|
Pendapatan pajak daerah
|
xxx
|
|
Pendapatan pajak daerah
|
xxx
|
4
|
Pendapatan retribusi daerah
|
xxx
|
|
Pendapatan retribusi daerah
|
xxx
|
5
|
Hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan
|
xxx
|
|
Hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan
|
xxx
|
6
|
Lain-lain PAD yang sah
|
xxx
|
|
Lain-lain PAD yang sah
|
xxx
|
7
|
Jumlah Pendapatan
Asli Daerah
|
xxx
|
|
Jumlah
Pendapatan Asli Daerah
|
xxx
|
8
|
Dana perimbangan
|
xxx
|
|
Dana transfer
|
xxx
|
9
|
Lain-lain
pendapatan yang sah
|
xxx
|
|
Lain-lain
pendapatan yang sah
|
xxx
|
10
|
Jumlah pendapatan
|
xxx
|
|
Jumlah pendapatan
|
xxx
|
11
|
Belanja
|
|
|
Belanja
|
|
12
|
Belanja Tidak
Langsung
|
xxx
|
|
Belanja Operasi
|
xxx
|
12.1
|
Belanja Pegawai
|
xxx
|
|
Belanja Pegawai
|
xxx
|
12.3
|
Bunga
|
xxx
|
|
Belanja Barang
|
xxx
|
12.4
|
Subsidi
|
xxx
|
|
|
|
12.5
|
Hibah
|
xxx
|
|
Bunga
|
xxx
|
12.6
|
Bantuan Sosial
|
xxx
|
|
Subsidi
|
xxx
|
13
|
Belanja Langsung
|
xxx
|
|
Hibah
|
xxx
|
|
Belanja pegawai
|
xxx
|
|
Bantuan Sosial
|
xxx
|
|
Belanja Barang
dan Jasa
1)Hibah
barang/jasa yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat
2)Bantuan sosial
barang/jasa yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat
3)Barang/jasa
selain 1) dan 2)
|
xxx
xx
xx
xx
|
|
Belanja Modal
|
xxx
|
|
Belanja modal
|
xxx
|
|
|
|
14
|
Jumlah belanja
|
xxx
|
|
Jumlah belanja
|
xxx
|
15
|
Surplus / defisit
|
xxx
|
|
Surplus / defisit
|
xxx
|
16
|
Pembiayaan
daerah
|
|
|
Pembiayaan
daerah
|
|
17
|
Penerimaan
pembiayaan
|
xxx
|
|
Penerimaan
pembiayaan
|
xxx
|
18
|
Pengeluaran
pembiayaan
|
xxx
|
|
Pengeluaran
pembiayaan
|
xxx
|
19
|
Pembiayaan neto
|
xxx
|
|
Pembiayaan neto
|
xxx
|
20
|
Sisa lebih pembiayaan
tahun berkenaan (SILPA)
|
xxx
|
|
Sisa lebih
pembiayaan tahun berkenaan (SILPA)
|
xxx
|
MENTERI DALAM
NEGERI,
ttd
GAMAWAN FAUZI
Salinan sesuai dengan aslinya
Plt. KEPALA BIRO HUKUM
ZUDAN ARIF FAKRULLOH
Pembina (IV/a)
NIP.
19690824 199903 1 001